Ilustrasi anak SD makan di sekolah.
Nasional

Kontroversi Anggaran Makan Bergizi Gratis Rp7.500, Ahli Gizi: Tidak Boleh Sembarangan

  • Dana Rp7.500 sangat minim untuk wilayah perkotaan namun sejatinya masih bisa diupayakan kalau dana tersebut hanya untuk bahan makanan atau food cost bukan termasuk upah pegawai, jasa, transport, kemasan, dan lain sebagainya.

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Baru-baru ini masyarakat menyoroti anggaran makan bergizi gratis yang kabarnya dipangkas menjadi Rp7.500.

Salah seorang ahli gizi, Hafizha Anisa, turut menyoroti hal tersebut. Menurutnya, untuk dana Rp7.500 sangat minim untuk wilayah perkotaan namun sejatinya masih bisa diupayakan kalau dana tersebut hanya untuk bahan makanan atau food cost bukan termasuk upah pegawai, jasa, transport, kemasan, dan lain sebagainya.

“Untuk progam makanan bergizi ini, karena jatuhnya school meal, sebenarnya harus ikut guideline FAO. Untuk sarapan memenuhi 20-25% kebutuhan kalori anak dan makan siang sebesar 30-35%. Kalau mengingat penerima manfaat program ini adalah anak SD, artinya butuh 400-500 kalori yang diberikan baru bisa disebut makanan bergizi,” jelasnya, saat dihubungi TrenAsia, Jumat, 19 Juli 2024.

Ia menambahkan, 500 kalori ini tidak boleh sembarangan. Terutama, harus cukup protein untuk mencapai tujuan perbaikan gizi anak. Setiap porsi makanan minimal harus mengandung 10-15% protein atau sekitar 12-15g protein. Ini berarti, perlu dua jenis protein, yaitu protein hewani dan nabati.

“1 potong ayam/1 butir telur mengandung 7g protein, begitu juga dengan 2 potong tempe. Kalau hanya bisa memberikan satu jenis lauk, misalnya hanya ada 1 butir telur, berarti proteinnya masih kurang,” paparnya.

Dia menyarankan untuk pemerintah agar lebih bijak dalam mengalokasikan dana dan belajar dari pengalaman.

Hafizah juga menjelaskan, pada tahun 2011-2012, sudah ada program PMT-AS yang mengalami kegagalan karena pemerintah tidak berhasil mengidentifikasi harga bahan pangan yang bervariasi di setiap daerah dan tidak memperhitungkan biaya tak terduga.

Selain itu, dana sering terlambat sehingga guru dan sekolah harus menanggung biaya terlebih dahulu kepada katering/vendor. Akibatnya, guru-guru menjadi enggan terlibat sebagai pelaksana, dan edukasi gizi tidak tercapai.

“Jika program ini ingin tetap dilaksanakan, baiknya kaji ulang alokasi dana per anak. Setiap daerah tidak bisa sama. Jika dananya tidak mencukupi, lebih baik dialihkan menjadi PMT-AS berupa Snack atau PKT (Padat Karya Tunai) berupa sembako murah untuk dimasak Ibu menjadi makanan keluarga,” tandas dia.

Sebelumnya, dalam cuitan X ia menyebut, angka tersebut mustahil bisa memenuhi standar gizi yang menjadi guideline FAO. Dia menyarankan agar nama program diubah sebagai snack agar tidak melanggar guideline.

“Sebagai ahli gizi, saranku ada dua. Pertama, selamatkan martabat dengan ubah program makan bergizi (sarapan) menjadi snack (PMT-AS). Kalorinya lebih sedikit. Menurunkan anggaran. Atau nggak usah diselenggarakan. Mending malu ketahuan bikin program ngawur daripada rugi Rp71 triliun,” tulis Hafizha di akun X @hafizha_anisa.

Akan Gagal

Ia mengatakan progam makanan bergizi adalah alarm kedua bahwa program ini akan gagal. Sebab, perubahan nama dari makan siang gratis ke makan bergizi gratis yang implementasinya berubah jadi sarapan.

School meals punya guidelines dari FAO. “Nggak lucu banget nanti pas kena Audit FAO soal kalorinya baru ketahuan. Ini mah yang dikasih kalori snack bukan sarapan,” kata Hafizha dalam cuitan X.

“Downgrade aja terus dari makan siang (700 kalori) ke sarapan (500 kalori) ke PMT-AS/snack (250 kalori). Maksa banget nih progam,” ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan anggaran Rp7.500 per porsi untuk makanan bergizi gratis dinilai cukup.

“Saya kira untuk daerah tertentu Rp7.500 sudah sangat besar itu. Tapi untuk daerah tertentu memang mungkin kecil. Karena itu nanti pasti akan dilihat dari dari sisi tingkat kemahalan masing-masing daerah,” kata Muhadjir Effendy, di Jakarta, Kamis 18 Juli 2024.

Sebelumnya, Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka mengatakan, belum ada kepastian terkait pemangkasan anggaran makan bergizi gratis.

“Kata siapa? Tunggu kepastiannya dulu,” katanya, dilansir dari Antara.

Dia meminta media massa untuk tidak memberitakan hal yang belum pasti. “Ditunggu dulu, jangan memberitakan hal-hal yang belum pasti.”

Gibran menyatakan besaran Rp15.000 per anak sudah ideal dan telah diuji coba di beberapa lokasi.