Kontroversi Anwar Usman Ingin Kembali jadi Ketua MK
- PTUN Jakarta sebelumnya telah mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Anwar Usman. Pengadilan menyatakan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK tidak sah dan memerintahkan pencabutan keputusan tersebut.
Nasional
JAKARTA - Mantan Ketua MK, Anwar Usman, yang juga merupakan ipar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Anwar Usman masih belum terima keputusan pengangkatan Suhartoyo tersebut. Diketahui, langkah banding diajukan Anwar pada hari Selasa, 27 Agustus 2024, dengan Franky Saverius Simbolon sebagai kuasa hukumnya.
Dalam perkara ini, pihak tergugat dan terbanding meliputi Ketua MK RI, Majelis Kehormatan MK (MKMK), Perkumpulan Masyarakat Bersih Sejahtera, dan Denny Indrayana. Mereka semua terlibat dalam proses hukum yang mempersoalkan legalitas pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK untuk periode 2023–2028.
PTUN Jakarta sebelumnya telah mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Anwar Usman. Pengadilan menyatakan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK tidak sah dan memerintahkan pencabutan keputusan tersebut.
Dalam putusannya, PTUN menyatakan Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang pengangkatan Suhartoyo batal atau tidak sah.
"Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Dr. Suhartoyo, S.H., M.H. sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023–2028," terang hakim dalam putusan tersebut, dikutip Kamis 29 Agustus 2024.
- Target Penerimaan Cukai Naik, Industri Hasil Tembakau Makin Harap-Harap Cemas
- Menakar Peluang 3 Srikandi yang Bersaing di Pilkada Jatim
- Penyaluran KUR Bank Mandiri Tembus Rp23,49 Triliun per Juli 2024
Pemulihan Harkat Anwar Usman
Selain itu, PTUN juga memutuskan untuk memulihkan harkat dan martabat Anwar Usman sebagai hakim konstitusi. Namun, pengadilan menolak permohonannya untuk dikembalikan ke posisi Ketua MK, yang sebelumnya dia jabat.
Tidak hanya Anwar Usman, pihak Mahkamah Konstitusi juga menyatakan akan mengajukan banding terhadap putusan PTUN tersebut. Hal ini diputuskan melalui rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang digelar pada tanggal 14 Agustus 2024.
MK sepakat untuk menempuh jalur banding guna menantang putusan PTUN yang memenangkan sebagian gugatan Anwar Usman. "RPH (rapat permusyawaratan hakim) sudah selesai dan tadi diputuskan MK akan banding terhadap putusan PTUN Nomor Perkara 604 itu," terang Juru Bicara MK, Fajar Laksono.
Kasus ini menambah sederet babak baru dalam polemik pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK, lewat proses hukum yang masih akan berlanjut di tingkat banding.
- Target Penerimaan Cukai Naik, Industri Hasil Tembakau Makin Harap-Harap Cemas
- Menakar Peluang 3 Srikandi yang Bersaing di Pilkada Jatim
- Penyaluran KUR Bank Mandiri Tembus Rp23,49 Triliun per Juli 2024
Sederet Kontroversi Anwar Usman
Saat menjabat sebagai Ketua MK, Anwar Usman sempat menjadi pusat perhatian karena sejumlah kontroversi yang melibatkan posisinya dan keputusan-keputusan penting yang diambil MK. Salah satu isu menonjol yang menyedot perhatian adalah pernikahannya dengan Idayati, adik kandung Presiden Joko Widodo, pada bulan Mei 2022.
Pernikahan ini banyak menimbulkan kekhawatiran tentang potensi konflik kepentingan, mengingat peran vital MK sebagai bagian dari lembaga Yudikatif dalam mengadili perkara terkait pemerintah sebagai bagian dari lembaga Eksekutif.
Kontroversi lainnya muncul pada tahun 2023 ketika MK memutuskan untuk memperpanjang masa jabatan ketua dan wakil ketua dari yang tadinya 2,5 tahun menjadi 5 tahun.
Keputusan ini menuai kritik karena dianggap menguntungkan Anwar Usman yang masih menjabat. Lewat perpanjangan ini banyak kalangan khawatir kekhawatiran adanya potensi pelemahan prinsip demokrasi mengingat Anwar Usman dan Jokowi merupakan saudara ipar.
Selain itu, Anwar Usman juga dikritik terkait beberapa keputusan MK, termasuk dalam sengketa pemilu, keputusan melanggengkan Gibran yang juga ponakannya sebagai calon wakil presiden, dan kontroversi UU Cipta Kerja. Sederet kontroversi tersebut memicu perdebatan publik dan beragam tuduhan yang mengarah pada nepotisme.