Gedung Merah Putih KPK (Foto: Khafidz Abdulah/Trenasia)
Nasional

Kontroversi dan Persepsi Buruk Warnai Tahap Seleksi Calon Pimpinan KPK

  • Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menuai banyak kontroversi.

Nasional

Ilyas Maulana Firdaus

JAKARTA — Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menuai banyak kontroversi. Mulai dari figur bermasalah yang lolos dalam tahapan seleksi dan lolosnya figur dengan latar belakang Aparat Penegak Hukum.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, mengatakan masih menemukan figur-figur yang memiliki latar belakang bermasalah lolos dalam proses profile assessment calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).

Ramadhana menyebut beberapa figur bermasalah baik persoalan kompetensi maupun integritas, Kurnia menyebutkan nama seperti Johanis Tanak dan Pahala Nainggolan sebagai contoh figur yang pernah dilaporkan atas pelanggaran kode etik, pada Rabu, 12 September 2024.

“Dari 20 nama kandidat calon Komisioner, ada beberapa yang diantaranya pernah dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik,” ucapnya.

Padahal kedua figur tersebut sedang menduduki jabatan penting di KPK, Tanak sedang menjabat sebagai Wakil Ketua KPK, sementara Pahala berada di jabatan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK.

Tidak Maksimal Dalam Proses Seleksi

Lolosnya sosok bermasalah dalam tahap profile assessment ini menunjukan bahwa Panitia Seleksi (Pansel) KPK tidak maksimal dalam melakukan mencari rekam jejak para kandidat calon pimpinan.

ICW menegaskan dengan lolosnya tokoh-tokoh kontroversial oleh panitia seleksi seharusnya dapat diatasi, "Pada dasarnya, ada banyak kanal informasi yang bisa dimanfaatkan oleh Pansel untuk mengetahui hal tersebut, salah satunya Dewan Pengawas (Dewas) KPK," ujarnya.

Hal ini bukan hanya terkait dengan persoalan integritas saja, melainkan persoalan persepsi negatif di masyarakat seharusnya menjadi acuan. Sebagai contoh, Wakil Ketua KPK, Tanak, di bawah kepemimpinannya KPK memiliki persepsi negatif di masyarakat. Serta mempertanyakan mengenai lolosnya dalam proses seleksi. Menurut peneliti ICW, hal ini sama saja dengan mengulang hal yang sama apabila terpilih.

Di sisi lain, Nurul Ghufron salah satu petahana KPK, dinyatakan tidak lolos dalam tahap seleksi. Banyak desakan-desakan dilakukan untuk Ghufron digugurkan dalam proses seleksi. Hal ini dikarenakan dianggap menggunakan pengaruhnya untuk mengintervensi mutasi seorang pegawai Kementerian Pertanian (Kementan). 

Dengan pelanggaran kode etik itu Dewan Pengawas KPK menilai adanya pelanggaran kode etik dan melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b dalam peraturan Dewas KPK Nomor 3 tahun 2001.

Dominasi Aparat Penegak Hukum

Dari total 20 orang yang lolos tahap profile assessment sekitar 45% atau 9 orang merupakan Aparat Penegak Hukum (APH), dengan adanya dominasi penegak hukum, ICW menganggap Pansel melanggar Pasal 28 D ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tentang kesamaan setiap orang dimata hukum.

Selain itu, dominasi ini dapat menciptakan persepsi buruk di tengah masyarakat. Masyarakat dapat berikan persepsi dugaan adanya intervensi lain kepada pihak Pansel. "intervensi yang dimaksudkan dapat berasal dari pihak manapun, seperti kalangan eksekutif atau mungkin pimpinan aparat penegak hukum," ucapnya.