Seorang Pria Memegang Sebatang Rokok di Tangannya di London, Inggris (Reuters/Maja Smiejkowska)
Nasional

Kontroversi PP Kesehatan, Larang Penjualan Rokok Eceran hingga Batasi Promosi

  • Pemerintah resmi melarang penjualan rokok eceran per batang atau ketengan. Hal itu merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diundangkan Jumat, 26 Juli 2024.

Nasional

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Pemerintah resmi melarang penjualan rokok eceran per batang atau ketengan. Hal itu merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diundangkan Jumat, 26 Juli 2024. 

“Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik secara eceran atau per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik,” demikian bunyi Pasal 434 ayat 1 huruf C. 

Dalam pasal yang sama, pemerintah melarang penjual produk tembakau dan rokok elektronik melalui vending machine atau mesin layan diri. Produk tersebut juga dilarang dijual kepada orang dengan usia di bawah 21 tahun dan perempuan hamil.

Lebih lanjut, pemerintah turut melarang perdagangan produk tembakau dan rokok elektronik di area pintu masuk dan keluar atau area yang sering dilalui. Pedagang rokok juga wajib menjaga jarak dari area satuan pendidikan dan tempat bermain anak minimal dua ratus meter.

Selain itu, pemerintah melarang promosi dan jual-beli produk tembakau dan rokok elektronik di situs web niaga atau aplikasi komersial. Hal itu kecuali aplikasi dan situs tersebut melengkapi diri dengan fitur verifikasi umur. 

“Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f bagi jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dikecualikan jika terdapat verifikasi umur," dikutip dari Pasal 434 ayat 2.

Dikutip dari Pasal 429 ayat 3, produk tembakau merupakan setiap produk yang seluruhnya atau sebagian terbuat dari daun tembakau sebagai bahan bakunya yang diolah untuk digunakan dengan cara dibakar, dipanaskan, diuapkan, dihisap, dihirup, dikunyah, atau dengan cara konsumsi apa pun.

“Produk tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat 3 meliputi: rokok, cerutu, rokok daun, tembakau iris, tembakau padat dan cair, dan hasil pengolahan tembakau lainnya,” dikutip dari Pasal 429 ayat 4.

Adapun rokok elektronik merupakan merupakan hasil tembakau berbentuk cair, padat, atau bentuk lainnya yang berasal dari pengolahan daun tembakau yang dibuat dengan cara ekstraksi atau cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen. Rokok elektrik dikonsumsi dengan cara dipanaskan menggunakan alat pemanas elektronik kemudian dihisap.

Baca Juga: Rencana Larangan Iklan, Promosi, dan Sponsorship Produk Tembakau di RPP Kesehatan Ancam Keberlangsungan Industri Periklanan dan Kreatif

Sementara itu, PHK massal membayangi industri kreatif menyusul larangan promosi produk tembakau dan rokok elektronik di situs web niaga atau aplikasi komersial dalam PP Kesehatan. 

Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) menyatakan setidaknya ada enam subsektor terkait industri tembakau dari aspek periklanan hingga pembuatan konten kreatif. 

Enam subsektor itu menjadi mata pencaharian 725 ribu pekerja di industri media dan kreatif di Indonesia. Ketua Dewan Periklanan Indonesia (DPI), M Rafiq, menolak keras pasal-pasal yang terkait pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship bagi produk tembakau dalam PP Kesehatan. 

Tidak Dilibatkan

Ia menyayangkan sikap pemerintah yang tidak melibatkan industri periklanan maupun industri kreatif sebagai pemangku kepentingan yang terdampak dalam merancang aturan dan pasal-pasal yang identik dengan pelarangan tersebut.

“Kami sudah bersurat berkali-kali kepada pemerintah sebagai inisiator regulasi. Namun tidak mendapatkan respons apa pun hingga saat ini,” katanya. Rafiq menjelaskan, saat ini, iklan rokok sudah diatur melalui sejumlah regulasi untuk memastikan komunikasi yang ditujukan oleh produsen menjangkau konsumen dewasa (18 tahun ke atas), seperti pada PP Nomor 109 Tahun 2012. 

Sementara itu, ketentuan tentang iklan rokok juga telah diatur secara detil dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI), yang mana keduanya telah dipatuhi secara disiplin oleh pelaku industri iklan dan kreatif.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Gilang Iskandar, mengungkapkan sejumlah aturan pelarangan terkait iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau tersebut akan berdampak langsung terhadap keberlangsungan industri media, periklanan, dan kreatif di Tanah Air, termasuk sektor pertelevisian. 

Pasalnya, iklan rokok telah menjadi kontributor utama pendapatan iklan media. Gilang berpendapat, rencana pelarangan iklan produk tembakau akan mempengaruhi usaha media dan periklanan, di mana dalam setahun rata-rata bisnis media dan periklanan dapat memperoleh sekitar Rp9-10 triliun yang didominasi industri tembakau.