Ilustrasi limbah baterai kendaraan listrik.
Transportasi dan Logistik

Kontroversi Proyek Teluk Weda Senilai Rp42,6 Triliun, Ditunda atau Kena PHP?

  • Investasi tersebut melibatkan dua perusahaan besar, yakni BASF dari Jerman dan Eramet dari Prancis yang digadang bernilai US$2,6 miliar atau sekitar Rp42,6 triliun (kurs Rp16.390)
Transportasi dan Logistik
Muhammad Imam Hatami

Muhammad Imam Hatami

Author

JAKARTA - Sektor investasi tanah air dihebohkan dengan rencana pembatalan investasi pembangunan pabrik bahan baku baterai kendaraan listrik di Weda Bay, Maluku Utara. 

Investasi tersebut melibatkan dua perusahaan besar, yakni BASF dari Jerman dan Eramet dari Prancis yang digadang bernilai US$2,6 miliar atau sekitar Rp42,6 triliun (kurs Rp16.390)

Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, secara tegas membantah isu tersebut, menurutnya kedua perusahaan tersebut hanya menunda investasinya di proyek Sonic Bay.  "Sementara (investasinya) bukan dicabut, tapi dipending sementara," terang Bahlil, di Jakarta

Penundaan ini dipicu oleh penurunan penjualan mobil listrik di pangsa pasar terbesar mereka, yakni Eropa dan Amerika Serikat, yang otomatis berimbas pada menurunnya permintaan baterai kendaraan listrik. 

"Kami terus berkomunikasi dengan pihak BASF dan Eramet. Rencana investasi mereka tidak dibatalkan, hanya ditunda sementara," jelas Bahlil.

Bahlil mengklaim situasi ini tidak akan menimbulkan kekhawatiran berlebih terhadap minat investor asing lainnya. 

Ia menegaskan masalah ini terkait dengan kondisi pasar mobil listrik di Eropa dan Amerika Serikat, dan bukan mencerminkan iklim investasi di Indonesia secara keseluruhan. 

"Karena daya beli masyarakat terhadap EV (electric vehicle) mobil listrik di Eropa lagi turun. Jadi, pasarnya pun sekarang lagi turun karena kompetisi dengan mobil-mobil dari negara lain" ujar Bahlil.

Menurut Bahlil, pihaknya terus berupaya menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mendukung perkembangan industri kendaraan listrik di tanah air. 

Berbagai regulasi dan insentif terus diperbaiki untuk menarik lebih banyak investasi asing dan mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung.

Dengan kekayaan sumber daya mineral yang dimiliki, seperti nikel, kobalt, dan mangan, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan industri baterai listrik.

Pemerintah telah menargetkan Indonesia menjadi salah satu produsen baterai kendaraan listrik terbesar di dunia. 

Investasi dari perusahaan asing seperti BASF dan Eramet diharapkan dapat mempercepat realisasi target tersebut.

Proyek Teluk Weda

Dilansir dari basf.com, BASF dan Eramet telah menandatangani kesepakatan untuk bersama-sama melakukan studi pengembangan kompleks pemurnian hidrometalurgi nikel dan kobalt mutakhir. 

Proyek ambisius ini mencakup pembangunan pabrik High-Pressure Acid Leaching (HPAL) dan Base Metal Refinery (BMR). 

Lokasi pabrik HPAL akan berpusat di Teluk Weda, Indonesia, sementara lokasi BMR akan ditentukan melalui studi kelayakan yang sedang berlangsung.

Pabrik HPAL di Teluk Weda akan memproses bijih dari deposit lokal untuk menghasilkan produk antara dari nikel dan kobalt. 

Eramet telah mengakuisisi Teluk Weda pada tahun 2007, sejak saat itu Eramet telah melakukan studi geologi mendalam untuk mengonfirmasi potensi deposit sumber daya kelas dunia di daerah tersebut.

Kompleks BMR nantinya akan berperan penting dalam rantai pasok baterai kendaraan listrik.  BMR akan mengolah produk antara dari nikel dan kobalt untuk memproduksi precursor cathode active materials (PCAM), yang selanjutnya akan diolah menjadi cathode active materials (CAM) yang digunakan dalam baterai ion litium untuk kendaraan listrik.