Kontroversi Puan Maharani, Calon Tunggal Ketua DPR dari PDIP
- Puan juga disebut kurang responsif terhadap kritik dari masyarakat sipil, terutama saat muncul protes terkait pembahasan undang-undang kontroversial yang dianggap menurunkan kualitas demokrasi.
Nasional
JAKARTA - Puan Maharani telah ditetapkan sebagai calon tunggal Ketua DPR RI untuk periode 2024–2029. Kepastian ini muncul setelah keputusan Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI memberikan kepercayaan penuh kepada Puan untuk melanjutkan kepemimpinannya di lembaga legislatif tertinggi tersebut.
"PDI Perjuangan final, calonnya tunggal Ibu Puan Maharani," tegas Ketua DPP PDI Perjuangan, Said Abdullah, dalam pernyataan resminya di kompleks Parlemen Senayan, dikutip Selasa, 1 Oktober 2024.
Meski nama Puan sudah ditetapkan, PDIP masih membahas siapa yang akan menjadi kandidat dari partai tersebut untuk Pimpinan MPR RI. Proses tersebut masih dalam tahap penggodokan oleh internal partai, mengingat pentingnya posisi tersebut dalam menjaga stabilitas kelembagaan.
- AAUI Proyeksikan Premi Tumbuh 10-15 Persen di Akhir Tahun, Properti dan Kredit Jadi Penopang
- Harga Sembako di DKI Jakarta: Cabe Merah Besar (TW) Naik, Beras IR. II (IR 64) Ramos Turun
- Harga Emas Hari Ini Jeblok Rp12.000 per Gram
Puan Maharani terpilih kembali sebagai anggota DPR RI setelah berhasil mengamankan 287.366 suara dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah V dalam Pemilu Legislatif 2024. Hal ini sesuai dengan SK KPU RI Nomor 1206 Tahun 2024 yang mengukuhkan kemenangannya.
Sebagai pemenang Pemilu Legislatif, PDI Perjuangan berhak mengisi posisi Ketua DPR RI, sesuai dengan ketentuan UU MD3. Tantangan yang dihadapi Puan sebagai Ketua DPR RI ke depan tak bisa dianggap ringan. Said Abdullah mengingatkan dinamika internal DPR RI akan semakin intens.
Hal itu seiring meningkatnya isu-isu nasional dan kebutuhan masyarakat yang kompleks. Selain itu, geopolitik global yang semakin tidak menentu juga akan menjadi ujian bagi kepemimpinan DPR RI dalam merumuskan kebijakan yang tanggap terhadap perkembangan dunia.
Puan Maharani diharapkan tidak hanya menjadi figur pemimpin di dalam DPR, tetapi juga simbol stabilitas politik nasional. Di bawah kepemimpinannya, DPR diharapkan mampu menjalankan fungsi pengawasan, legislasi, dan anggaran dengan lebih efektif serta mendengarkan suara rakyat di tengah situasi dunia yang penuh ketidakpastian.
“Maka dari itu menjadi tantangan tersendiri, bukan sekedar kumpul tapi lupa bahwa tantangan yang dihadapi lebih berat," tambah Said.
- AAUI Proyeksikan Premi Tumbuh 10-15 Persen di Akhir Tahun, Properti dan Kredit Jadi Penopang
- Harga Sembako di DKI Jakarta: Cabe Merah Besar (TW) Naik, Beras IR. II (IR 64) Ramos Turun
- Harga Emas Hari Ini Jeblok Rp12.000 per Gram
Pro - Kontra Puan Selama Jadi Ketua DPR 2019-2024
Progres Positif Puan
Selama menjabat sebagai Ketua DPR RI periode 2019-2024, Puan Maharani menjadi salah satu tokoh politik yang sering menuai pro dan kontra. Di satu sisi, Puan dipuji karena kepemimpinannya yang tegas dan terstruktur dalam memimpin parlemen, termasuk dalam pembahasan undang-undang penting seperti RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan RUU KUHP.
Ia juga dinilai berhasil mendorong reformasi birokrasi di DPR dengan meningkatkan kualitas kerja dan keterbukaan parlemen, serta memperkuat fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah.
Sebagai perempuan pertama yang menduduki posisi Ketua DPR, Puan menjadi simbol peningkatan representasi perempuan di politik dan mendorong kebijakan yang berpihak pada pemberdayaan perempuan.
Tak hanya itu, di tengah krisis pandemi COVID-19, Puan turut berperan dalam pembahasan kebijakan terkait penanganan krisis kesehatan dan pemulihan ekonomi.
Sisi Negatif Kepemimpinan Puan
Di sisi lain, kepemimpinan Puan tak luput dari kritik. Beberapa pihak menilai kepemimpinan DPR di bawah Puan kurang transparan, terutama dalam pengesahan undang-undang kontroversial seperti Omnibus Law Cipta Kerja, yang disahkan meski menuai protes besar dari masyarakat.
DPR juga dinilai minim melibatkan publik dalam proses legislasi, dengan pengesahan undang-undang seperti UU Minerba dan revisi UU KPK yang dianggap terburu-buru dan tanpa partisipasi memadai.
Puan juga disebut kurang responsif terhadap kritik dari masyarakat sipil, terutama saat muncul protes terkait pembahasan undang-undang kontroversial yang dianggap menurunkan kualitas demokrasi.
Hubungan DPR dengan pemerintah di bawah kepemimpinan Puan juga kerap dikritik karena dianggap terlalu mendukung kebijakan presiden Jokowi tanpa memberikan pengawasan yang kuat.