Aksi Aliansi Korban KSP Indosurya di Patung Kuda Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin, 8 Juli 2024.
IKNB

Korban Indosurya Desak MA Batalkan PK June Indria dan Minta Eksekusi Penyitaan Aset

  • Mereka mendesak agar permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Direksi Koperasi Indosurya June Indria, salah satu pelaku utama, ditolak.

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Aliansi Korban Koperasi Indosurya, yang telah berjuang selama hampir empat tahun, kembali menyampaikan aspirasi mereka kepada Mahkamah Agung dan aparat penegak hukum lainnya. 

Mereka mendesak agar permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Direksi Koperasi Indosurya June Indria, salah satu pelaku utama, ditolak. 

Selain itu, mereka juga meminta segera dilaksanakannya eksekusi aset yang telah disita untuk mengganti kerugian yang dialami para korban.

Meskipun Mahkamah Agung telah memutuskan untuk menghukum Henry Surya, pelaku utama, dengan 18 tahun penjara dan June Indria dengan 14 tahun penjara melalui putusan kasasi Nomor 2113 K/Pid.Sus/2023, perjuangan para korban belum usai. Pasalnya, June Indria kini mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan nomor perkara 878 PK/Pidsus/2024.

“Kami sangat khawatir dengan adanya Peninjauan Kembali yang diajukan oleh June Indria. Jangan sampai keadilan yang belum kami terima sepenuhnya dirampas kembali. Jika PK ini disetujui, bisa menimbulkan kemarahan dan kesedihan bagi 23 ribu korban,” ujar Teddy Adrian, perwakilan Aliansi Korban Koperasi Indosurya melalui pernyataan tertulis yang diterima TrenAsia, Senin, 8 Juli 2024.

Teddy Adrian menekankan pentingnya Mahkamah Agung untuk mendengarkan suara dan tangisan para korban. "Kami berharap Yang Mulia Hakim Agung menggunakan hati nuraninya untuk menolak PK June Indria. Jangan sampai PK ini menjadi jalan bagi Henry Surya untuk memperoleh kebebasan. Selain itu, hingga saat ini, para korban belum menerima penggantian kerugian dari aset yang disita. Jika para pelaku dibebaskan, rasa keadilan kami akan dirampas," lanjutnya.

Selain penolakan PK, para korban juga berharap agar JAMPIDUM, PPA, dan LPSK segera melelang aset sitaan yang berupa 202 aset properti dan 180 unit mobil, untuk kemudian hasilnya dikembalikan kepada korban. 

“Sudah lebih dari satu tahun sejak keputusan MA ditetapkan pada 16 Mei 2023, tetapi proses lelang belum juga dilakukan. Kami khawatir ada sesuatu yang menghambat atau bahkan ada permainan di balik ini, mengingat total aset yang mencapai sekitar Rp 2,4 triliun,” kata Teddy.

Meskipun begitu, Teddy mengakui bahwa nilai aset yang disita kemungkinan besar telah menurun akibat berbagai kondisi. 

"Aset-aset tersebut diprediksi telah turun nilainya, sehingga jika dilelang pun masih jauh dari total kerugian seluruh korban yang mencapai Rp 16 triliun lebih berdasarkan audit forensik penyidik," ujarnya.

Baca Juga: Update Kasus Asuransi Jiwasraya, Indosurya, Bumiputera, Kresna Life, dan Wanaartha

Aliansi Korban Koperasi Indosurya juga meminta agar Kejaksaan, dalam hal ini JAMPIDUM, segera menyidangkan kasus dokumen palsu Koperasi Indosurya yang telah dinyatakan lengkap sejak 12 Mei 2023. 

Dari kasus ini, diharapkan ada tambahan aset yang bisa disita untuk menambah ganti rugi kepada korban. 

“Kami berharap agar aset sitaan bisa bertambah mengingat sejak awal penangkapan, polisi mengincar aset yang bakal disita senilai Rp 3 triliun,” tambah Teddy.

Aliansi Korban Koperasi Indosurya percaya bahwa hukum tetap menjadi panglima tertinggi di negara ini dan berharap para pejabat yang berwenang bisa memberikan rasa keadilan bagi para pencari keadilan.

“Kami berharap kasus ini bisa diselesaikan dengan baik dan hak-hak para korban bisa dipulihkan, serta para pelaku kejahatan tetap menerima hukuman yang setimpal,” tutup Teddy Adrian.

Dengan segala upaya ini, Aliansi Korban Koperasi Indosurya berharap agar perjuangan panjang mereka selama hampir empat tahun ini bisa membuahkan hasil yang adil dan memuaskan. 

Mereka tidak hanya menuntut penolakan PK dan eksekusi sita aset, tetapi juga keadilan yang sesungguhnya bagi seluruh korban yang telah mengalami kerugian besar akibat kasus ini.

Kronologi Kasus KSP Indosurya

Kasus ini telah bergulir sejak awal tahun 2020. Pada 10 Februari 2020, mulai terjadi gagal bayar di ISP, namun hanya berdampak pada beberapa nasabah dalam skala kecil.

Kemudian, pada 24 Februari 2020, sejumlah nasabah menerima surat dari koperasi Indosurya yang menginformasikan bahwa uang dalam deposito atau simpanan mereka tidak dapat dicairkan. Uang tersebut baru bisa diambil setelah jangka waktu 6 bulan hingga 4 tahun, tergantung nominal AUM.

Selanjutnya, pada 7 Maret 2020, nasabah mendapatkan pemberitahuan melalui WhatsApp bahwa mereka bisa menarik tabungan mulai 9 Maret 2020, dengan batas pengambilan sebesar Rp 1 juta per nasabah.

Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat menetapkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Indosurya dengan surat putusan Nomor: 66/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jakarta Pusat. Prosesnya meliputi rapat kreditor pada 8 Mei 2020, batas akhir pengajuan pada 15 Mei 2020, hingga sidang akhir pada 12 Juni 2020.

Tidak lama kemudian, pada 12 Maret 2020, nasabah menerima undangan untuk bertemu dengan pihak Indosurya. Pada pertemuan tersebut, setiap nasabah diminta memilih opsi pembayaran yang diinginkan, tergantung pada AUM masing-masing dengan tempo pembayaran antara 3 hingga 10 tahun.

Polisi melakukan penyelidikan dan pada 4 Mei 2020 meningkatkan statusnya menjadi penyidikan serta menetapkan Bos Indosurya, Henry Surya, sebagai tersangka. Henry ditetapkan sebagai tersangka bersama seseorang berinisial SA.

Para tersangka dikenakan Pasal 46 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda antara Rp 10 miliar hingga Rp 20 miliar.

Kemudian, pada 14 Juli 2020, KSP Indosurya Cipta ditetapkan sebagai tersangka korporasi dalam kasus dugaan investasi bodong. Polisi juga menetapkan seorang tersangka lagi, yaitu June Indria atau JI.