Korea Selatan Beri Keringanan Pajak 30 Persen untuk Fasilitas Gym dan Kolam Renang
- Pekerja dengan pendapatan tahunan 70 juta Won atau kurang akan mendapatkan potongan 30% dengan nominal maksimal 3 juta Won atau sekitar Rp33,4 juta.
Dunia
JAKARTA – Saat Indonesia berencana menaikkan PPN menjadi 12 persen, pemerintah Korea Selatan (Korsel) justru memberikan keringanan pajak sebesar 30% untuk penggunaan fasilitas gym dan kolam renang. Kebijakan itu akan mulai berlaku pada 1 Juli 2025.
Kementerian Kebudayaan, Olahraga dan Pariwisata dalam sidang pengesahan isi amandemen Undang-Undang Pembatasan Perpajakan Khusus yang disahkan dalam sidang pleno Majelis Nasional pada Minggu 15 Desember 2024.
“Pengurangan pendapatan untuk pengeluaran budaya, yang diterapkan pada buku, pertunjukan, museum, galeri seni, surat kabar dan film, juga akan diterapkan pada gym dan kolam renang mulai Juli tahun depan,” kata Kementerian tersebut, dikutip dari Naver.
- Pembuatan Paspor Kena Tarif Baru per 17 Desember 2024, Ini Daftarnya
- Prabowo Perintahkan Sejumlah Proyek Infrastruktur Distop, Pembangunan Tol Terdampak
- Hanya 10 Saham Hijau, LQ45 Hari Ini 18 Desember 2024 Ditutup di 833,93
Pekerja dengan pendapatan tahunan 70 juta Won atau kurang akan mendapatkan potongan 30% dengan nominal maksimal 3 juta Won atau sekitar Rp33,4 juta.
Keringanan ini akan berlaku untuk gym dan kolam renang yang terdaftar di pemerintah daerah. Saat ini, di Korea terdapat sekitar 13.000 gym dan kolam renang yang terdaftar dan memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Fasilitas Olahraga.
Pemberian keringanan pajak untuk penggunaan kolam renang dan fasilitas gym bertujuan mendorong peningkatan aktivitas olahraga nasional. Kebijakan ini juga diyakini memberikan dampak positif yang luas terhadap pertumbuhan ekonomi, khususnya di sektor bisnis fesyen dan mode di Korea Selatan.
Seorang pejabat dari Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata mengatakan, “Jika pajak gym dan kolam renang dikurangi, maka akan ada lebih banyak orang berolahraga. Kami harap tidak hanya meningkatkan kesehatan masyarakat, tapi juga mendorong bisnis-bisnis lain seperti pakaian, fasilitas olahraga, dan perlengkapan olahraga untuk turut berkembang.”
Dilansir dari Reuters, sebelumnya, Korea Selatan mulai menawarkan keringanan pajak sejak November 2021. Hal itu bertujuan untuk membantu masyarakat mengatasi tingginya biaya hidup. Keringanan pajak ini awalnya bersifat sementara, tetapi telah diperpanjang beberapa kali dengan beberapa modifikasi.
Salah satu kebijakan keringanan pajak yang masih berlanjut adalah pemberian subsidi produk minyak, seperti bensin,yang akan berlaku hingga akhir Desember 2024.
Kali ini, Kementerian Keuangan Korea Selatan memberikan pemotongan pajak yang jauh lebih rendah. “Mulai November 2024, pemotongan pajak untuk bensin menjadi 15% dari 20% dan tarif pemotongan pajak untuk solar dan gas minyak cair butana menjadi 23% dari 30%,” kata kementerian tersebut.
Di Indonesia
Pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, penetapan tarif PPN 12% ini didasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Kenaikan tarif PPN 12% dinilai memberikan dampak negatif jangka panjang bagi masyarakat. Sebab, insentif yang diberikan pemerintah hanya bersifat beberapa bulan, sedangkan dampaknya bisa lebih lama.
Terlebih, tarif PPN 12% tidak hanya berlaku untuk barang mewah, tapi juga mencakup barang-barang yang sering dikonsumsi masyarakat, seperti perangkat elektronik, suku cadang kendaraan bermotor, layanan platform digital, sabun mandi, hingga detergen.
Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira mengungkapkan, kenaikan PPN menjadi 11% masih memberikan dampak luas bagi banyak barang yang dikonsumsi masyarakat. Sementara, mulai 2025, masyarakat kembali menghadapi tantangan dengan diberlakukannya PPN 12%.
- Arifin Tasrif Penuhi Panggilan KPPU Terkait Kasus Cisem 2
- Larang TikTok, UMKM Amerika Bisa Kehilangan Rp383 Triliun
- Industri Reasuransi Tertekan Hardening Market, Ada yang RBC-nya Minus
“Bahkan deterjen dan sabun mandi apa dikategorikan juga sebagai barang orang mampu? Narasi pemerintah semakin kontradiksi dengan keberpihakan pajak,” ujar Bhima dalam keterangan tertulis.
“Selain itu kenaikan PPN 12% tidak akan berkontribusi banyak terhadap penerimaan pajak, karena efek pelemahan konsumsi masyarakat, omzet pelaku usaha akan mempengaruhi penerimaan pajak lain seperti PPh badan, PPh 21, dan bea cukai,” sambungnya.