Korea Utara: Deklarasi Akhir Perang Korea Masih Prematur
- Seruan Korea Selatan untuk menyatakan berakhirnya Perang Korea secara resmi dianggap masih prematur dan belum ada kepastian akan mengarah pada ditarikny
Dunia
SEOUL - Seruan Korea Selatan untuk menyatakan berakhirnya Perang Korea dianggap masih prematur dan belum ada kepastian yang akan mengarah pada ditariknya "kebijakan bermusuhan AS" terhadap Pyongyang, lapor media pemerintah Korea Utara KCNA pada hari Jumat, mengutip Wakil Menteri Luar Negeri, Ri Thae Song.
Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, pada hari Selasa mengulangi seruan untuk mengakhiri Perang Korea secara resmi dalam pidatonya di Majelis Umum PBB dan mengusulkan agar Korea Selatan dan Utara dengan Amerika Serikat, atau Amerika Serikat dengan China, membuat perjanjian semacam itu.
Secara teknis, Korea Selatan dan Utara masih berperang setelah konflik pada 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
- Mau Ekspansi Kredit, Bank Oke (DNAR) Bidik Rp499,82 Miliar dari Rights Issue
- Barito Pacific Milik Konglomerat Prajogo Pangestu Terima Kredit dan Treasury Line Senilai Rp2,07 T dari BNI
- Kurs Dollar Hari Ini: Instrumen Berisiko Dilirik Pasar, Rupiah Diramal Menguat ke Rp14.200
"Tidak akan ada yang berubah selama keadaan politik di Republik Rakyat Demokratik Korea tidak berubah dan kebijakan permusuhan AS tidak diubah, meskipun penghentian perang dinyatakan berulang-ulang," kata Ri pada KCNA yang menggunakan nama resmi Korea Utara.
"Penarikan AS dari standar ganda dan kebijakan bermusuhan adalah prioritas utama dalam menstabilkan situasi dan memastikan perdamaian di semenanjung Korea."
Pada hari Jumat, Moon mengatakan bahwa dia yakin bahwa Pyongyang akan menyadari kepentingannya untuk berdialog dengan Washington, tetapi tidak yakin akan terjadi pada masa jabatannya yang berakhir pada 2022. Moon berbicara dengan wartawan di atas jet kepresidenan Korea Selatan saat ia terbang kembali ke Seoul dari Amerika Serikat setelah berpidato di Majelis Umum PBB.
"Sepertinya Korea Utara masih mempertimbangkan opsi sembari tetap terbuka untuk pembicaraan, karena itu hanya meningkatkan ketegangan pada level rendah, cukup bagi AS untuk tidak memutuskan semua kontrak."
Pada hari Selasa 21 September 2021, Presiden AS Joe Biden berpidato di Majelis Umum PBB dan mengatakan bahwa Amerika menginginkan "diplomasi berkelanjutan" untuk menyelesaikan krisis seputar program nuklir dan rudal balistik Korea Utara.
Korea Utara telah menolak tawaran AS untuk terlibat dalam dialog dan kepala pengawas atom PBB mengatakan bahwa program nuklir Pyongyang akan "berjalan penuh".
Uji coba rudal balistik Korea Utara dan Korea Selatan pada minggu lalu adalah serangan terakhir dalam perlombaan senjata di mana kedua negara telah mengembangkan senjata yang semakin canggih di tengah upaya sia-sia untuk memulai pembicaraan guna meredakan ketegangan.