Jajaran Direksi Pertamina Geothermal Energy. (Foto Debrinata/TrenAsia)
Korporasi

Koreksi 8,75 Persen sejak IPO, PGEO Termasuk High Risk Stock Investment

  • Saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) kembali mengalami koreksi cukup dalam. Secara kumulatif, saham PGEO telah terkoreksi 8,75% sejak melantai di Bursa dan ditutup pada level Rp800 per lembar pada perdagangan Selasa, 28 Februari 2023.
Korporasi
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) kembali mengalami koreksi cukup dalam. Secara kumulatif, saham PGEO telah terkoreksi 8,75% sejak melantai di Bursa dan ditutup pada level Rp800 per lembar pada perdagangan Selasa, 28 Februari 2023. Terdapat sejumlah alasan yang melatari kondisi ini.

Pengamat Pasar Modal dan CEO Finvesol Consulting Fendy Susianto menyatakan bahwa perseroan merupakan entitas dengan tipikal intensive capital yang menyiratkan kebutuhan modal sangat tinggi dalam menjalankan bisnisnya.

“Hal ini membuat PGEO tergolong pada high risk stock investment atau saham dengan risiko tinggi. Sementara, para investor mengharapkan imbal hasil (return) yang tinggi pada saham-saham dengan risiko yang tinggi pula,” ujarnya kepada wartawan, Selasa, 28 Februari 2023.

Di sisi lain, Fendy menilai para investor dengan profil agresif dihadapkan oleh banyak pilihan saham risiko tinggi dengan imbal hasil yang lebih menjanjikan. “Hal ini membuat saham PGEO agak sulit masuk radar investor karena pilihan yang menarik lebih banyak,” ujarnya.

Sentimen lain yang membuat saham PGEO dipilih karena bisnis Pertamina Geothermal Energy yang terbilang masih butuh banyak pengembangan karena perseroan berada pada industri energi baru terbarukan (EBT).

Padahal, kontribusi energi EBT sendiri dalam penggunaan bahan bakar pembangkit listrik masih sangat minim, yakni sekitar 13 persen per Desember 2022.

Bagi Fendy, kondisi ini menjadi salah satu ketidaksiapan Pertamina Geothermal Energy sebagai salah satu anak usaha BUMN untuk melantai di Bursa. Belum lagi struktur investor perseroan yang lebih banyak dari institusional sponsorship
“Porsi ritel relatif kecil dan itu mengakibatkan perdagangan sahamnya tidak terlalu atraktif,” tuturnya.