Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak.
Nasional

Korupsi Rp22,79 Triliun, Jaksa Nilai Vonis Hukuman Mati Heru Hidayat Adil dan Tepat

  • Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengatakan tuntutan hukuman mati terhadap Heru Hidayat merupakan langkah yang adil dan tepat.

Nasional

Daniel Deha

JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menuntut vonis hukuman mati terhadap terdakwa Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Senin, 6 Desember 2021.

Heru Hidayat terbukti melakukan kejahatan korupsi sehingga dijerat dua dakwaan, yaitu Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengatakan tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa merupakan langkah yang adil dan tepat mengingat kerugian negara yang ditimbulkan dari perbuatan terdakwa, yaitu sebesar Rp22,79 triliun dari pengelolaan dana PT ASABRI (Persero) serta pencucian uang.

"Ini kejahatan luar biasa, kasus mega korupsi Rp22,7 triliun (angka yang) fantastis. Itu merampas hak rakyat untuk pembangunan bangsa, pembangunan nasional. Dengan tuntutan ini memberikan rasa keadilan bagi masyarakat," katanya seperti dikutip dari wawancara dengan Berita Satu TV, Selasa, 7 Desember 2021.

Dia menegaskan bahwa vonis hukuman mati ini merupakan yang kedua kalinya diputuskan oleh Jaksa setelah kasus pembobolan bank sebelumnya. Dia berharap vonis tersebut bisa memberikan efek jera bagi masyarakat agar tidak melakukan tindak pidana korupsi.

"Saya kira ini bukan saja terobosan tetapi adalah jawaban tegas penegak hukum, (tidak akan) kompromi dengan korupsi serta untuk memberikan peringatan agar jangan mencoba-coba melakukan tindak pidana korupsi," tandasnya.

Dia menuturkan bahwa tuntuan hukuman mati kali ini merupakan bukti kewibawaan Kejaksaan dalam menindak tegas pelaku korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.

Pasalnya, kasus korupsi makin doyan dilakukan dengan modus yang makin kompleks, jika tidak segera diberikan tindakan yang tegas oleh penegak hukum.

"Ini menjadi sebuah terobosan baru. Ke depannya yang kita harapkan ini sebuah langkah tegas yang juga bisa memberantas kasus-kasus korupsi lainnya," ungkapnya.

Sebelumnya, JPU menilai Heru Hidayat tidak memiliki empati saat melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan dana ASABRI. Dia juga tidak beritikad baik mengembalikan hasil kejahatan yang diperolehnya secara sukarela.

Lebih parahnya lagi, terdakwa tidak pernah menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah salah, bahkan sebaliknya dengan sengaja berlindung pada suatu perisai yang sangat keliru dan tidak bermartabat bahwa transaksi di pasar modal adalah perbuatan perdata yang lazim dan lumrah.

“Ini telah jelas mengusik nilai-nilai kemanusiaan kita dan rasa keadilan sebagai bangsa yang sangat menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan," bunyi keterangan JPU.

Jaksa melanjutkan, perbuatan terdakwa telah mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat dan telah menghancurkan wibawa negara.

Heru Hidayat dinilai telah menerobos sistem regulasi dan sistem pengawasan di Pasar Modal dan Asuransi dengan sindikat kejahatan yang sangat luar biasa berani, tak pandang bulu, serta tanpa rasa takut yang hadir dalam dirinya dalam memperkaya diri secara melawan hukum.

Akibat perbuatannya, negara menanggung kerugian Rp22,79 triliun, di mana atribusi dari kerugian keuangan negara tersebut dinikmati terdakwa Heru Hidayat sebesar Rp12,64 triliun. Nilai kerugian keuangan negara dan atribusi yang dinikmati oleh terdakwa Heru Hidayat sangat jauh di luar nalar kemanusiaan.

Adapun, jaksa telah melakukan penyitaan terhadap harta benda yang nilainya sekitar Rp2,43 triliun. Sementara kerugian yang dibebankan kepada Heru Hidayat mencapai Rp12,64 triliun. 

Kerugian ini yang akan diganti oleh Heru Hidayat dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Heru Hidayat selanjutnya dijadwalkan membacakan nota pembelaan (pleidoi) pada 20 Desember 2021.

Selain kasus ASABRI, penjahat korupsi ini juga merupakan terpidana hukuman seumur hidup berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung dalam perkara tindak pidana korupsi Jiwasraya yang juga memiliki nilai kerugian negara yang fantastis yaitu Rp16,807 triliun dengan atribusi yang dinikmati terdakwa adalah Rp10,78 triliun.