ICW
Nasional

KPK Gagal Tangkap Harun Masiku Yang Buron 900 Hari, ICW: Tumpul!

  • Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) gagal dalam menangani kasus yang melibatkan mantan calon anggota legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Harun Masiku yang saat ini telah menjadi buronan sejak Januari 2020 lalu, dan masuk buronan dunia pada Juli 2021.
Nasional
Nadia Amila

Nadia Amila

Author

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) gagal dalam menangani kasus yang melibatkan mantan calon anggota legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Harun Masiku yang saat ini telah menjadi buronan sejak Januari 2020 lalu, dan masuk buronan dunia pada Juli 2021.

Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penetapan anggota DPR-RI terpilih tahun 2019-2024 bersama tiga tersangka lainnya yaitu eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan pihak swasta Saeful.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhan mengatakan kegagalan KPK dalam meringkus buronan Harun Masiku diperkuat dengan sejumlah temuan penelitian di lapangan yang dilakukan oleh ICW.

"Penindakan yang dilakukan (KPK) tak lebih dari sekadar retorik, penuh kontroversi, dan tumpul. Kesimpulan ini bukan analisa kosong, melainkan berdasarkan sejumlah temuan Indonesia Corruption Watch, satu diantaranya menyangkut kegagalan meringkus buronan mantan calon anggota legislatif asal PDIP, Harun Masiku," kata Kurnia dalam keterangan resmi yang diterima pada Selasa, 28 Juni 2022.

"Terhitung sejak ditetapkan sebagai tersangka, 900 hari pencarian telah berlalu tanpa menghasilkan temuan signifikan," sambung Kurnia.

Kurnia juga mengatakan, kegagalan KPK sudah terlihat sejak proses penyelidikan. Dimulai dari pimpinan KPK bergeming ketika pegawainya diduga disekap di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, tidak jelas dalam penggeledahan di kantor PDIP, pemulangan paksa penyidik Rossa Purbo Bekti, hingga penyingkiran tim pencari Masiku melalui Tes Wawasan Kebangsaan.

"Akibatnya dari asumsi-asumsi yang ada, masyarakat menjadi berfikir bahwa sejak awal Pimpinan KPK memang tidak memiliki niat untuk menuntaskan penanganan perkara ini dan membiarkan Masiku serta pejabat teras partai politik tak tersentuh hukum," katanya.

Alih-alih menjalankan tugas pengawasan yang tegas, Dewan Pengawas pun turut mendiamkan kejanggalan KPK. Padahal pada Pasal 37B ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 menjelaskan bahwa, Dewan Pengawasan memiliki ruang untuk terlibat aktif dalam mengawasi pekerjaan KPK.

"Telah memberikan ruang bagi Dewan Pengawas untuk terlibat aktif mengawasi seluk beluk pekerjaan KPK, termasuk dalam ranah penindakan. Sehingga, dengan pasifnya Dewan Pengawas, dapat dikatakan lembaga baru KPK itu turut menjadi bagian yang melemahkan lembaga antirasuah," tambahnya.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengganjar Wahyu Setiawan dengan hukuman tujuh tahun penjara, sedangkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dan Pengadilan Tinggi Jakarta menyatakan Wahyu bersalah dan menjatuhkan vonis enam tahun penjara.

Kemudian, Saeful Bahri divonis satu tahun delapan bulan penjara dan Agustiani divonis 4 tahun penjara. Sementara Harun Maskui sendiri masih menjadi buron.