<p>Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) / Twitter @KPK_RI</p>
Nasional

KPK Panggil Kepala Balai KKP dan Soetta terkait Suap Ekspor Benih Lobster

  • Pemeriksaaan dua saksi kasus suap ekspor benih lobster ini terkait penyitaan uang senilai Rp52,3 miliar.

Nasional
Reky Arfal

Reky Arfal

Author

JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa dua saksi terkait kasus suap ekspor benih lobster yang melibatkan mantan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo.

Kedua saksi tersebut yakni Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP Rina serta Kepala Balai Besar BKIPM Jakarta I Soekarno Hatta Habrin Yake.

Pemeriksaan Rina dan Habrin Yake berkaitan dengan penyitaan uang senilai Rp52,3 miliar. Uang tersebut diketahui sebagai bank garansi yang diserahkan para eksportir tahun 2020.

“Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Edhy Prabowo,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin 22 Maret 202.

KPK mengatakan Edhy diduga memerintahkan Sekjen KKP Antam Novambar untuk membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan bank (bank garansi) dari para eksportir kepada Rina.

Kemudian, Rina meminta Habrin untuk menerima bank garansi tersebut. Padahal, menurut Ali, aturan penyerahan jaminan bank tersebut tak pernah ada.

“Aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benih bening lobster tersebut diduga tidak pernah ada,” ucap Ali.

Sejauh ini, KPK telah menjerat tujuh tersangka termasuk Edhy Prabowo. Sedangkan, enam tersangka lainnya antara lain Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, dan Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP.

Kemudian, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).

Eks Menteri KKP tersebut diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Ia diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.

Selain itu, ia juga diduga pernah menerima US$100.000 yang diduga terkait suap. Sejauh ini, tercatat total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.