KPK Rancang Jerat Mensos Juliari Batubara dengan Hukuman Mati
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami penerapan pasal dengan ancaman pidana mati dalam kasus korupsi. Terutama, berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Kementerian Sosial. Hal itu terkait bantuan sosial untuk wilayah Jabodetabek 2020 dengan melibatkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. Terkait kasus tersebut, KPK telah menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter […]
Nasional
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami penerapan pasal dengan ancaman pidana mati dalam kasus korupsi. Terutama, berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Kementerian Sosial. Hal itu terkait bantuan sosial untuk wilayah Jabodetabek 2020 dengan melibatkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Terkait kasus tersebut, KPK telah menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara (JPB) bersama empat orang lainnya sebagai tersangka.
“Saya memahami, kami sangat mengikuti apa yang menjadi diskusi di media terkait dengan pasal-pasal khususnya Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Tentu kita akan dalami terkait dengan apakah Pasal 2 itu bisa kita buktikan terkait pengadaan barang jasa,” kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Minggu, 6 Desember 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Dia mengatakan hal tersebut saat mengumumkan penahanan Mensos Juliari Batubara dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial Adi Wahyono (AW).
“Karena unsur-unsurnya adalah satu setiap orang artinya ada pelaku. Kedua ada perbuatan ada sifat melawan hukum dengan sengaja untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang lain atau korporasi yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Itu kita dalami tentang proses pengadaan barangnya,” kata Firli menambahkan.
Namun, ia mengatakan bahwa saat ini lembaganya masih fokus terhadap kasus suap yang menjerat Juliari dan kawan-kawan tersebut.
“Tetapi perlu diingat yang kami sampaikan hari ini adalah salah satu klaster dari tindak pidana korupsi. Yaitu penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau untuk menggerakkan seseorang agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu, itu yang kita gelar hari ini,” ucap Firli.
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- Cegah Ledakan Kasus COVID-19, Pemerintah Geser dan Hapus Hari Libur Nasional Ini
- Penyaluran KPR FLPP: BTN Terbesar, Tiga Bank Daerah Terbaik
Ancaman Hukuman Mati
Firli sempat mengingatkan bahwa melakukan tindak pidana korupsi pada saat bencana seperti COVID-19, dapat diancam dengan hukuman mati.
“Apalagi di saat sekarang, kita sedang menghadapi wabah COVID-19. Masa sih, ada oknum yang masih melakukan korupsi karena tidak memiliki empati kepada NKRI. Ingat korupsi pada saat bencana ancaman hukumannya pidana mati,” ujar Firli beberapa waktu lalu.
Dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan:
- Ebay Lepas Unit Bisnisnya di Korea Selatan, Mahar US$3,6 Miliar!
- Tiga Mal Jakarta Berintegrasi Menjadi Mall 4.0
- 13,7 juta UMKM Sudah Bergabung ke Ekosistem Digital
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1 miliar (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi. Terutama apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Kemudian, pada waktu terjadi bencana alam nasional. Terakhir, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. (SKO)