KPK: Regulasi Struktur Tarif Cukai Harus Lebih Sederhana dan Transparan
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Fungsional Utama Kedeputian Pencegahan Niken Ariati menyoroti kompleksnya struktur tarif cukai hasil tembakau yang berlaku di Indonesia. Hal ini membuka celah bagi pengusaha untuk menghindari cukai tinggi. “Jadi sebenarnya KPK sudah melakukan kajian terkait dengan masalah cukai tembakau ini sudah lama, sejak 2010 kita soroti masalah regulasi penetapan […]
Industri
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Fungsional Utama Kedeputian Pencegahan Niken Ariati menyoroti kompleksnya struktur tarif cukai hasil tembakau yang berlaku di Indonesia. Hal ini membuka celah bagi pengusaha untuk menghindari cukai tinggi.
“Jadi sebenarnya KPK sudah melakukan kajian terkait dengan masalah cukai tembakau ini sudah lama, sejak 2010 kita soroti masalah regulasi penetapan tarif cukai yang memang selalu kompleks,” ujar Niken kepada TrenAsia.com, di Jakarta, Senin, 14 September 2020
Niken mengatakan bahwa dalam kajian KPK, sistem struktur tarif cukai tembakau terlalu kompleks dengan banyaknya layer, golongan, jenis rokok, dan jumlah produksi.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
“Memang kami sudah melihat bahwa banyak pengusaha yang mencari celah dari regulasi tersebut. Misalnya, perusahaan berupaya agar jumlah produksinya tidak melebihi plafon sehingga tarifnya lebih rendah,” ujarnya.
Menurutnya, dengan struktur tarif cukai yang kompleks tersebut ada risiko perusahaan rokok membalikkan tarif cukai.
Penyederhanaan Struktur Tarif
Itulah sebabnya, KPK mendorong agar pemerintah menerapkan sistem penarifan cukai yang lebih sederhana dan transparan. Misalnya, berdasarkan jumlah produksi gabungan rokok mesin suatu perusahaan.
“Kemudian pemilik perusahaannya juga ditelusuri. Kalau kita ingin melindungi UKM kan jadinya juga enggak berguna, kalau ternyata yang punya UKM juga perusahaan besar,” katanya.
KPK menyoroti kecenderungan perusahaan yang berupaya untuk menghindari tarif cukai yang tinggi dengan cara membuat perusahaan baru, namun sebenarnya memiliki afiliasi yang sama.
“Kami merekomendasikan ke Bea Cukai supaya penarifannya itu dibuat berdasarkan volume atau jumlah produksi rokok di satu perusahaan tersebut, intinya di-review kembali dan disederhanakan,” katanya.
Rekomendasi KPK ini sudah disampaikan kepada Bea Cukai dan direspons dengan rencana untuk memperbaiki struktur tarif cukai dan klasifikasinya melalui roadmap atau peta jalan.
Mitigasi Risiko
Dalam penetapan kebijakan struktur tarif cukai, KPK mendorong agar sistem corruption impact assessment diterapkan, sehingga akan transparan dan terimplementasi regulasinya. “Jangan rumit-rumit tetapi tidak bisa diawasi dan tidak bisa diimplementasikan,” tegasnya.
Niken mengatakan pihaknya memaklumi bahwa penetapan struktur tarif cukai melibatkan banyak pemangku kepentingan. Dengan demikian, banyak pertimbangan untuk mengeluarkan sebuah regulasi penyederhanaan. Pemerintah dinilai memlliki landasan obyektif dan teoritis dalam menetapkan tarif cukai.
“Kami meminta pemerintah untuk melakukan mitigasi risiko dari regulasi yang ditetapkan. Jadi kalau misalnya ada satu regulasi yang keluar, harus dimitigasi kebocorannya. Regulasi yang ditetapkan sebaiknya menjamin penerimaan negara, menjamin kebocoran rendah, dan menjamin kepatuhan,” ungkap dia.
Niken mengatakan bahwa KPK khususnya dari Divisi Pencegahan terus mendorong agar semua regulasi dalam penarifan cukai tembakau sebaiknya melibatkan banyak stakeholder, lebih transparan, lebih terbuka kajian akademisnya, dan tidak menimbulkan dugaan-dugaan tertentu.