KPK Resmi Tahan Mardani Maming Tersangka Kasus Korupsi Pemberian Izin Usaha Pertambangan di Tanah Bambu
Nasional

KPK Resmi Tahan Mardani Maming Tersangka Kasus Korupsi Pemberian Izin Usaha Pertambangan di Tanah Bambu

  • Maming ditahan terkait kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu
Nasional
Nadia Amila

Nadia Amila

Author

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan serta melakukan penahanan paksa terhadap Bendahara Umum PBNU, Mardani Maming, pada Kamis 28 Juni 2022. 

Maming ditahan terkait kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, guna mempercepat proses penyidikan, Maming akan ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 28 Juni sampai 16 Agustus 2022, di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur.

“Untuk proses penyidikan, telah dilakukan proses penahanan bagi tersangka MM selama 20 hari pertama,” kata Alex dalam konferensi pers Kamis, 28 Juni 2022.

Duduk perkara

Mardani yang menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu pada periode 2010-2015 dan periode 2016-2018 memiliki wewenang yang diantaranya memberikan izin pertambangan, koperasi dan produksi di wilayah Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Usut punya usut, pada 2010 salah satu pihak swasta yaitu Hendri Sutio selaku pengendali PT PCN bermasuk memperoleh IUP milik PT BKBL seluas 370 hektare yang berlokasi di Kalimantan Selatan.

Agar proses peralihan IUP berjalan dengan lancar Hendri Sutio juga diketahui melakukan pendekatan dan meminta bantuan kepada Maming yang pada saat itu masih menjabat sebagai Bupati, agar bisa melancarkan proses peralihan IUP dari PT BKBL ke PT PCN.

Menanggapi keinginan pihak swasta tersebut, pada 2011 Maming diduga mempertemukan Henri dengan Raden Dwidjono yang saat itu menjadi Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu. Dalam pertemuan tersebut, Maming memerintahkan Raden agar membantu dan melancarkan pengajuan IUP dari Hendri.

Pada Juni 2011, Surat Keputusan (SK) dari Maming tentang IUP yang telah ditandatangani oleh Maming diduga beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja dibuat tanggal mundur, dan tanpa tandatangan oleh beberapa pihak yang berwenang. Peralihan IUP tersebut diduga melanggar Pasal 93 ayat 1 UU no 4 tahun 2009, pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK kepada pihak lain.

Maming juga diketahui meminta Hendri untuk mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan. Kemudian, diduga pengelolaan pelabuhan dimonopoli oleh perusahaan PT ATU yang adalah perusahaan milik Maming. 

Diduga perusahaan PT ATU dan beberapa perusahan yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk Maming untuk mengolah pertambangan, sehingga membangun pelabuhan di kabupaten Tanah Bumbu.

Pada perusahaan fiktif tersebut, diduga susunan direksi masih dikelola oleh keluarga Maming, Namun kendali perusahaan masih tetap dilakukan Maming. Pada 2012 PT ATU mulai melakukan pembangunan pelabuhan dalam kurun waktu 2012-2014 di mana seluruh sumber dana dari Hendri.

Diduga telah terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Hendri kepada Maming melalui beberapa perantara dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming yang kemudian dibungkus dengan formalisme perjanjian kerja sama guna memayungi dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming.

Maming diduga telah menerima uang dalam bentuk tunai maupun transfer sekitar Rp104 miliar dalam kurun waktu 2014-2020. 

Atas perbuatannya, Maming disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor Jo. Pasal 5 Ayat 1 ke-1 KUHP.