KPK Sita Pabrik Pengolahan Sawit Bupati Labuhan Batu
- Diperkirakan nilai aset dimaksud Rp15 miliar dan turut diduga sumber dananya berasal dari penerimaan suap tersangka EAR dan kawan-kawan
Nasional
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Labuhan Batu. Aset yang diduga milik tersangka kasus dugaan korupsi Bupati Labuhan Batu nonaktif Erik Adtrada Ritonga (EAR).
“Tim penyidik, pada Rabu, 1 Mei 2024, telah selesai melakukan penyitaan tanah dan bangunan seluas 14.027 meter persegi yang berlokasi di Kelurahan Janji, Kecamatan Bilah Barat Kabupaten Labuhan Batu yang diduga milik tersangka EAR dengan diatasnamakan orang kepercayaannya,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, pada Kamis, 2 Mei 2024.
Dilansir dari Antara, berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik, lokasi tersebut disiapkan untuk menjadi pabrik pengolahan kelapa sawit dan masih dalam tahap proses uji coba operasional.
- Adaro Energy Indonesia (ADRO) Bukukan Laba Capai Rp6 Triliun hingga Kuartal I-2024
- Lindungi Anak, Pemerintah akan Blokir Game Online Berunsur Kekerasan
- Saham Sampoerna (HMSP) Tersengat Cum Dividen Jumbo Rp8,06 Triliun
Tim penyidik juga memasang papan sita pada asset untuk menegaskan status aset dimaksud sebagai upaya mencegah klaim dari pihak lain. Selanjutnya, tim penyidik akan menganalisis dan mengonfirmasi lebih lanjut mengenai aset tersebut melalui pemeriksaan saksi-saksi.
“Diperkirakan nilai aset dimaksud Rp15 miliar dan turut diduga sumber dananya berasal dari penerimaan suap tersangka EAR dan kawan-kawan,” ujar Ali.
Tim penyidik KPK juga menyita satu unit rumah milik tersangka yang berlokasi di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Tim penyidik kembali menemukan aset lain dari tersangka dimaksud berupa tanah beserta bangunannya seluas 304,9 meter persegi yang berlokasi di Kelurahan Kartini, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatra Utara.
Tim penyidik KPK juga memasang pelang tanda sita di rumah tersebut, dan temuan itu akan dikonfirmasi kepada beberapa saksi dan dikonfirmasi langsung dengan Erik Adtrada.
Ali menjelaskan, aset tanah itu milik Erik yang kemudian digunakan untuk kepentingan politik Partai NasDem. Ali mengatakan, pihaknya akan segera mengonfirmasi temuan ini ke para saksi dan tersangka.
“Berdasarkan alat bukti yang dimiliki tim penyidik, aset ini diduga milik Tersangka EAR yang kemudian difungsikan untuk kepentingan salah satu partai politik,” tutur Ali.
Status Tersangka
Pada Jumat, 12 Januari 2024, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penahanan dan penetapan status tersangka kepada Bupati Labuhan Batu, Erik Adtrada Ritonga, terkait kasus dugaan suap dalam pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Selain Erik, KPK juga menetapkan tiga orang lain sebagai tersangka, yaitu anggota DPRD Kabupaten Labuhan Batu, Rudi Syahputra Ritonga (RSR), dan dua pihak swasta, Efendy Sahputra alias Asiong (ES) serta Fazar Syahputra alias Abe (FS).
Penetapan tersangka itu berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) sebagai tindak lanjut atas laporan dan laporan masyarakat tentang adanya dugaan korupsi yang melibatkan pengondisian pemenangan kontraktor dalam proyek pengadaan di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Pada Kamis, 11 Januari 2024, tim penyidik KPK mendapatkan informasi telah terjadi penyerahan sejumlah uang secara tunai maupun melalui transfer rekening bank ke salah satu orang kepercayaan EAR.
- 'Disuntik' SMF, Rumah-rumah di Desa Nglanggeran jadi Homestay untuk Wisatawan
- PIP Salurkan Rp37,31 T untuk Pembiayaan Ultramikro, 96 Persen untuk Perempuan
- Diserbu Pecinta Voli, Tiket Proliga 2024 Seri Semarang Ludes Terjual di Aplikasi PLN Mobile
Berdasarkan informasi, KPK langsung melakukan operasi di Kabupaten Labuhan Batu dan berhasil mengamankan uang tunai sekitar Rp551,5 juta, yang merupakan bagian dari dugaan total penerimaan sekitar Rp1,7 miliar.
Tersangka FS dan ES, yang diduga sebagai pemberi suap, dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Di sisi lain, tersangka EAR dan RSR, yang diduga sebagai penerima suap, dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dari Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.