
KPK Tetapkan 5 Tersangka Kredit LPEI, Begini Kronologi Kasusnya
- Perkara tersebut berawal pada tahun 2015. Ketika PT PE menerima kredit dari LPEI sebesar kurang lebih US$60 juta atau sekitar Rp988,5 miliar.
Nasional
JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dengan dana yang bersumber dari APBN di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Plh. Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo di Gedung KPK Senin 3 Maret 2025 mengatakan lima tersangka tersebut dua di antarnaya adalah Direktur dari LPEI. Sedangkan dan tiga orang dari PT Petro Energy atau PT PE.
Berdasarkan informasi Dua direktur tersebut adalah Wahyudi selaku Direktur Pelaksana 1 LPEI dan Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan. Sedangkan tiga lainnya adlaah Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin, Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT Petro Energy Susi Mira Dewi Sugiarta.
- Arah Saham AKRA Kala SPBU BP AKR Makin Dilirik Warga
- Tiru Negara Maju, Nasabah Asuransi Kesehatan Harus Bayar 10 Persen dari Biaya saat Klaim
- Terjerat Utang, Rumah Diana Tabrani Kembali Dilelang
Budi menerangkan perkara tersebut berawal pada tahun 2015. Ketika PT PE menerima kredit dari LPEI sebesar kurang lebih US$60 juta atau sekitar Rp988,5 miliar.
Kredit tersebut diterima dalam tiga termin. Termin pertama pada tanggal 2 Oktober 2015 sekitar Rp297 miliar. Termin kedua pada tanggal 19 Februari 2016 sebesar Rp400 miliar dan ketiga pada 14 September 2017 sebesar Rp200 miliar.
“Penyidik KPK menemukan perbuatan melawan hukum terkait dengan pemberian kredit kepada PT PE tersebut,” kata Budi.
Para direksi dari LPEI ini disebut mengetahui bahwa current ratio PT PE ini di bawah 1 atau tepatnya 0,86. Hal ini menyebabkan laba perusahaan, yaitu PT PE sebagai sumber penambahan aset lancar tidak bertambah.
"Akan alami kesulitan apabila nanti melakukan pembayaran terhadap kredit yang diberikan oleh PT LPEI," ujarnya.
Kedua direksi LPEI tersebut juga tidak melakukan inspeksi terhadap jaminan atau agunan yang diberikan PT PE saat mengajukan proposal kredit. PT PE juga membuat kontrak palsu, kemudian menjadi dasar mengajukan kredit kepada LPEI.
Hal tersebut diketahui oleh direksi dari PT LPEI. Namun, keduanya bahkan membiarkan dan tidak melakukan evaluasi ketika pembayaran kredit termin pertama tidak lancar.
Menurut Budi, hal itu sudah diketahui dan sudah diberikan masukan oleh pihak analis ataupun bawahan dari direktur.
"Namun, para direktur tetap memberikan kredit kepada PT PE walaupun kondisi tersebut sudah dilaporkan dari bawah, bahwa sebenarnya PT PE tidak berhak mendapatkan top up sebesar Rp400 miliar dan Rp200 miliar setelah pengucuran yang pertama," kata Budi.
Semua masalah tersebut diabaikan oleh kedua direktur yang mempunyai kewenangan untuk memberikan persetujuan terhadap dikeluarkannya kredit tersebut.LPEI
Hal itu karena sebelum dilaksanakan pemberian kredit terjadi pertemuan antara direksi PT PE dan direksi LPEI. "Mereka bersepakat bahwa untuk proses pemberian kredit itu akan dipermudah," ujarnya.
Atas perbuatan melawan hukum tersebut, penyidik KPK menetapkan kelima orang tersebut sebagai tersangka dengan perhitungan kerugian keuangan negara masih dalam perhitungan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).