Ilustrasi orang di luar bank. (Freepik/pch.vector)
Perbankan

Kredit Anjlok dan Beban Jadi Biang Kerok Bangkrutnya BPR di Awal 2024

  • Kerugian yang merangkak naik secara signifikan seiring dengan ekuitas yang kian merosot menjadi salah satu alasan bangkrutnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di awal 2024.
Perbankan
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA – Kerugian yang merangkak naik secara signifikan seiring dengan ekuitas yang kian merosot menjadi salah satu alasan bangkrutnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di awal 2024.

Salah satu contohnya adalah PT BPR Usaha Madani Karya Mulia yang beralamat di Jalan Bhayangkara No.13 Sriwedari, Laweyan, Surakarta. 

Izin usaha BPR Usaha Madani Karya Mulia dicabut pada tanggal 5 Februari 2024 berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-18/D.03/2024. 

Sejalan dengan pencabutan izin usaha, kantor PT BPR Usaha Madani Karya Mulia ditutup untuk umum, dan seluruh kegiatan usaha dihentikan.

Nasabah serta pihak-pihak terkait diharapkan untuk segera mencari solusi alternatif terkait akun dan transaksi keuangan mereka.

Direksi, Dewan Komisaris, atau Pemilik PT BPR Usaha Madani Karya Mulia dilarang untuk melakukan segala tindakan hukum yang berkaitan dengan aset dan kewajiban BPR, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hal ini bertujuan untuk menjaga integritas dan keamanan aset BPR selama proses likuidasi berlangsung.

Jika meninjau laporan keuangan yang dipublikasikan melalui situs Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kerugian BPR Usaha Madani Karya Mulia meningkat cukup tajam pada catatan akhir 2023.

Kerugian yang dibukukan BPR Usaha Madani Karya Mulia tercatat sebesar Rp5,2 miliar pada akhir 2023, naik 409% dari Rp1,02 miliar pada akhir 2022.

Salah satu faktor utama yang menyebabkan kerugian BPR Usaha Madani Karya Mulia semakin naik adalah jumlah beban operasional yang melonjak 59% dari Rp7,65 miliar menjadi Rp12,2 miliar. 

Segmen yang paling mencolok adalah beban penyisihan penghapusan aset produktif yang mengalami kenaikan 179% dari Rp2,36 miliar ke angka Rp6,6 miliar. 

Sementara kerugian semakin meningkat, aset BPR Usaha Madani Karya Mulia mengalami penggerusan. Pada akhir 2023, aset BPR Usaha Madani Karya Mulia berada di angka Rp36,76 miliar, menyusut 37% dari Rp58,92 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.  

Penurunan tersebut utamanya disebabkan oleh adanya kemerosotan pada aset berupa kas dan kredit. Kas yang dimiliki BPR Usaha Madani Karya Mulia sebesar Rp864 juta pada akhir 2023, merosot drastis sebesar 92% dari Rp11,08 miliar yang tercatat pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

Alhasil, dengan penurunan aset yang begitu tajam, ekuitas BPR Usaha Madani Karya Mulia pun merosot walaupun liabilitasnya sendiri mengalami penurunan 32% dari Rp52,48 miliar menjadi Rp35,5 miliar. Ekuitas BPR Usaha Madani Karya Mulia tercatat sebesar Rp1,23 miliar, menyusut 80% dari Rp6,4 miliar.

Hal yang sama dialami oleh PT BPR Bank Pasar Bhakti yang beralamat di Jalan Mojopahit No.80, Kabupaten Sidoarjo. 

Berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner Nomor KEP 19/D.03/2024, OJK mencabut izin usaha PT BPR Bank Pasar Bhakti terhitung sejak tanggal 16 Februari 2024. 

Direksi, Dewan Komisaris, atau Pemilik PT BPR Bank Pasar Bhakti dilarang melakukan segala tindakan hukum yang berkaitan dengan aset dan kewajiban BPR kecuali dengan persetujuan tertulis dari LPS.

Pada akhir 2023, kerugian BPR Bank Pasar Bhakti mencapai Rp5,3 miliar, merangkak naik 65% dari Rp3,2 miliar yang dibukukan pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

Sama seperti BPR Usaha Madani Karya Mulia, kerugian BPR Bank Pasar Bhakti pun utamanya disebabkan oleh beban operasional yang naik tajam. 

Beban operasional mereka tercatat di angka Rp12,08 miliar pada akhir 2023, meningkat 19% dari Rp10,07 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

Pembengkakan beban operasional ini juga disebabkan oleh beban penyisihan penghapusan aset produktif yang naik 62% dari Rp4,07 miliar pada 2022 menjadi Rp6,6 miliar pada tahun 2023. 

Kemudian, aset BPR Bank Pasar Bhakti juga menurun 24% dari Rp48,8 miliar menjadi Rp37,04 miliar. Penyusutan aset ini utamanya disebabkan oleh penurunan kredit yang diberikan, yakni sebesar 30% dari Rp35,5 miliar yang tercatat pada akhir 2022 menjadi Rp24,77 miliar pada akhir 2023. 

Sama juga dengan yang dialami oleh BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPR Bank Pasar Bhakti juga mencatat penurunan ekuitas akibat penyusutan aset ini walaupun liabilitasnya mengalami penurunan.

Liabilitas BPR Bank Pasar Bhakti sebenarnya mengalami penurunan 14% dari Rp42,9 miliar menjadi Rp36,56 miliar. Namun, berhubung aset mengalami penurunan dengan persentase yang lebih besar, maka ekuitas BPR Bank Pasar Bhakti mengalami penggerusan hingga 91% dari Rp5,8 miliar menjadi Rp485 juta pada akhir 2023.

Dengan demikian, dari dua kasus yang dialami kedua bank di atas, faktor yang bisa disoroti sebagai penyebab bangkrutnya BPR adalah beban penyisihan penghapusan aset produktif yang menyebabkan bengkaknya beban operasional sehingga profitabilitas semakin menciut.

Sementara itu, penurunan yang cukup signifikan pada penyaluran kredit menyebabkan kemerosotan aset yang pada gilirannya berdampak kepada penurunan ekuitas yang drastis.