<p>Gedung BTN. / Btn.co.id</p>
Industri

Kredit Macet di Bank Pelat Merah Naik, Kecuali BTN

  • JAKARTA – Himpunan bank milik negara (Himbara) mencatat adanya peningkatan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang cukup tinggi pada semester I 2020. Kenaikan tertinggi dialami oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI sebesar 1,2% year-on-year (yoy). Per Juni 2020, bank yang dipimpin oleh Herry Sidharta ini mencatat NPL sebesar 3% […]

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Himpunan bank milik negara (Himbara) mencatat adanya peningkatan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang cukup tinggi pada semester I 2020.

Kenaikan tertinggi dialami oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI sebesar 1,2% year-on-year (yoy). Per Juni 2020, bank yang dipimpin oleh Herry Sidharta ini mencatat NPL sebesar 3% dibandingkan 1,8% pada periode yang sama tahun lalu.

Direktur Managemen Risiko BNI Osbal Saragih mengatakan, penyebab kenaikan NPL adalah permasalahan cash flow yang dialami oleh beberapa debitur sebelum pandemi COVID-19. “Setelah pandemi, arus kas debitur tersebut semakin terganggu sehingga berkembang menjadi kredit macet,” ujarnya di Jakarta, Senin, 24 Agustus 2020.

Adapun sektor utama penyumbang kredit macet yakni, manufaktur, perdagangan, dan restoran. Di samping itu, Osbal juga memprediksi level NPL di kisaran 3,74%-4,5% sampai akhir 2020. Hal ini disebabkan oleh potensi risiko dari restrukturisasi kredit. Hingga akhir Juni 2020, restrukturisasi kredit yang telah dilakukan oleh BNI mencapai Rp119,3 triliun.  

Untuk mengantisipasi peningkatan risiko kredit, kata Osbal, pihaknya memilih untuk secara konservatif memupuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Pada paruh pertama tahun ini, coverage ratio BNI mencapai 214,1%, lebih besar dibandingkan coverage ratio periode yang sama tahun lalu 156,5%.

“Meningkatnya pencadangan kerugian ini merupakan bentuk antisipasi risiko penurunan kualitas aset di masa depan,” katanya.

Selanjutnya, peningkatan NPL tertinggi kedua dialami oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI dari 2,33% pada Juni 2019, menjadi 3,13% pada semester I 2020. Rasio kredit bermasalah tersebut naik 0,69% yoy.

Senada dengan BNI, peningkatan NPL tersebut, ungkap Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto, disebabkan oleh cash flow debitur yang sudah bermasalah, utamanya berasal dari segmen korporasi dan non BUMN. “Selain itu, mayoritas ada dari manufaktur,” tambahnya.

Agus optimistis, perseroan dapat menjaga NPL di level 3% sampai akhir tahun 2020 dengan pencadangan yang sudah dilakukan mencapai 200,3%. Hingga 31 Juli 2020, BRI telah melakukan restrukturisasi pinjaman senilai Rp183,7 triliun kepada 2,9 juta debitur.

Di urutan ketiga, kenaikan NPL sebesar 0,69% yoy dialami oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. atau Bank Mandiri. Bank yang berlogo pita kuning ini mencatat NPL sebesar 3,28% per Juni 2020, lebih tinggi ketimbang 2,59% pada periode yang sama tahun 2019.

Menurut Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin, penurunan kualitas penyaluran kredit disebabkan oleh arus kas keuangan debitur yang berasal dari sektor perdagangan batu-bara, mesin dan alat berat, serta perdagangan migas.

Ke depan, ia pun mengaku akan meningkatkan pencadangan hingga 200%. Pada periode ini, coverage ratio Bank Mandiri sebesar 195,5%.

Terakhir, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN menjadi satu-satunya bank pelat merah yang berhasil menurunkan rasio NPL dari 2,42% per Juni 2019, menjadi 2,40% per Juni 2020. Penurunan sebesar 0,02% yoy tersebut diikuti oleh lonjakan CKPN sebesar 115,14% menjadi Rp1,03 triliun per Juni 2020. Pada periode yang sama tahun lalu, pencadangan Bank BTN senilai Rp482 miliar.