Kredit Makin Mudah, OJK Tetapkan Tiga Kebijakan Tindak Lanjut Stimulus
JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan kebijakan sebagai tindak lanjut stimulus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan sektor jasa keuangan. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menerangkan bahwa berbagai relaksasi kebijakan prudensial sektor jasa keuangan secara temporer untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih cepat dengan mempertimbangkan adanya unsur idiosyncratic pada sektor jasa keuangan. “Pemberian pelonggaran […]
Nasional & Dunia
JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan kebijakan sebagai tindak lanjut stimulus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan sektor jasa keuangan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menerangkan bahwa berbagai relaksasi kebijakan prudensial sektor jasa keuangan secara temporer untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih cepat dengan mempertimbangkan adanya unsur idiosyncratic pada sektor jasa keuangan.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“Pemberian pelonggaran peraturan prudensial ini bertujuan memberikan keleluasaan bagi calon debitur untuk memperoleh kredit berupa penurunan ATMR yang dikaitkan dengan Loan-to-Value Ratio dan Profil Risiko serta BMPK sebagai upaya menurunkan beban cost of regulation,” kata Wimboh, dalan siaran pers dikutip Jumat, 19 Februari 2021.
Ada tiga kebijakan yang tetapkan OJK sebagai stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan sektor jasa keuangan.
Kebijakan Perbankan
Kebijakan perbankan seperti kebijakan kredit kendaraan bermotor dengan menurunkan bobot risiko kredit (ATMR) menjadi 50% bagi Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dari sebelumnya 100%.
Perbankan yang memenuhi kriteria profil risiko 1 dan 2 dimungkinkan untuk memberikan uang muka kredit kendaraan bermotor sebesar 0%.
Untuk kredit kepada produsen Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) telah mendapat pengecualian batas maksimum pemberian kredit (BMPK), penilaian kualitas aset 1 pilar.
Selanjutnya, ntuk penilaian ATMR Kredit diturunkan menjadi 50% dari semula 75%.
Kemudian, OJK juga membuat kebijakan kredit beragun rumah tinggal dalam rangka meningkatkan efektivitas penerapan relaksasi prudensial yang dikeluarkan pada 2018, meski belum secara optimal diterapkan untuk mendukung program sejuta rumah.
Kebijakan terkait bobot risiko ATMR kredit beragun rumah tinggal yang granular dan ringan tergantung pada rasio Loan to Value (LTV) yaitu, uang muka 0-30% (LTV =70%) ATMR 35%, uang muka 30-50% (LTV 50-70%) ATMR 25%, dan uang muka = 50% (LTV = 50%) ATMR 20%.
Lebih lanjut, sebagai bentuk dukungan langsung di sektor kesehatan dalam mengatasi pandemi, OJK menetapkan kredit untuk sektor kesehatan dikenakan bobot risiko sebesar 50% dari sebelumnya 100%.
Kebijakan Perusahaan Pembiayaan
Untuk kebijakan perusahaan pembiayaan, ada kebijakan pembiayaan kendaraan bermotor, bobot risiko pembiayaan (ATMR) dari sebelumnya 37,5%-75%, turun menjadi 25%-50% untuk pembiayaan multiguna.
ATMR 0% untuk program kepemilikan kendaraan bermotor bagi perusahaan yang memiliki Car Ownership Program (COP).
Perusahaan pembiayaan yang memenuhi kriteria tingkat kesehatan tertentu dimungkinkan untuk memberikan uang muka pembiayaan kendaraan bermotor sebesar 0%.
Selanjutnya, kebijakan pembiayaan beragun rumah tinggal. Demi mewujudkan program sejuta rumah, OJK menetapkan kebijakan bobot risiko ATMR pembiayaan beragun rumah tinggal yang granular dan ringan tergantung pada rasio Loan to Value (LTV), yaitu uang muka 0-30% (LTV =70%) ATMR 35%, uang muka 30-50% (LTV 50-70%) ATMR 25%, dan uang muka = 50% (LTV = 50%) ATMR 20%.
Kebijakan Lembaga Pengelola Investasi
Dengan beroperasinya Lembaga Pengelola Investasi (LPI), penyediaan dana dari Lembaga Jasa Keuangan kepada Sovereign Wealth Fund (SWF) dikenakan bobot risiko 0% dalam perhitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit (ATMR kredit) yang disamakan dengan bobot risiko pemerintah pusat.
“Kebijakan tersebut akan efektif berlaku sejak tanggal 1 Maret 2021 dengan diterbitkannya Surat Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan dan Kepala Eksekutif Pengawas IKNB,” tutup Wimboh.