<p>Ilustrasi kredit online. / Pixabay</p>

Kredit Online Macet di Tengah Pandemi

  • Kenaikan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) pada pinjaman online (pinjol) terjadi di tengah pandemi virus corona (COVID-19).

Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

Kenaikan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) pada pinjaman online (pinjol) terjadi di tengah pandemi virus corona (COVID-19).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, Tingkat Keberhasilan Bayar (TKB90) teknologi finansial (financial technology/fintech) menurun ke posisi 95,78% pada Maret 2020.

Pada akhir 2018, TKB90 masih tergolong tinggi, yakni sebesar 98,55%. Akan tetapi pada Desember 2019, turun menjadi 96,35%, lalu kembali merosot pada kuartal pertama tahun ini.

Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengungkapkan, meskipun masih ada beberapa anggota yang melakukan pinjaman, tak dapat dimungkiri jumlahnya merosot.

“Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi sektor jasa keuangan, termasuk fintech,” ujarnya di Jakarta, Selasa, 4 Mei 2020.

Namun, ia menegaskan bahwa penurunan TKB90 ini tidak langsung berdampak terhadap laba rugi perusahaan fintech.

Dalam skema bisnis fintech peer to peer (P2P) lending, ujarnya, risiko tersebar ke beberapa lender alias pemberi pinjaman dan bisa diserap oleh asuransi kredit dengan ganti rugi maksimal 70%.

Di sisi lain, OJK mencatat pinjaman online hingga Maret 2020 masih mengalami kenaikan, bahkan mencapai Rp14,79 triliun. Nominal tersebut naik 90% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Peningkatan tersebut dimulai sejak Desember 2018 sebesar Rp5,04 triliun, kemudian menjadi Rp13,16 triliun per Desember 2019.

Sementara itu, akumulasi penyaluran pinjaman tercatat mencapai Rp102,53 triliun per Maret 2020 atau naik 208,83% dari periode yang sama tahun lalu. Jumlah tersebut tersalurkan ke rekening peminjam sebanyak 24,15 juta orang.

Dominasi Generasi Milenial

Sementara itu, layanan fintech P2P lending yang menawarkan fasilitas pinjaman online (pinjol) ternyata diminati oleh generasi milenial.

Hal itu dibuktikan melalui data statistik OJK yang memaparkan bahwa per Maret 2020, usia 19-34 tahun mendominasi pinjol dengan porsi mencapai 70,07%.

Selanjutnya, masyarakat dengan usia 35-54 tahun mengambil porsi 27,79%, sedangkan peminjam yang berusia di atas 54 tahun, hanya 1,37%.

Berdasarkan jenis kelamin, jumlah peminjam laki-laki sedikit lebih banyak dari perempuan, yakni sebesar 50,58% dari total 24,15 juta peminjam. Sisanya 49,29% diisi oleh perempuan.

Kemudian jika dilihat berdasarkan lender atau pemberi pinjaman, totalnya mencapai 640.233 dengan rincian laki-laki sebesar 62,24%, perempuan 37,55%, dan badan usaha sebesar 0,21%.

Pinjaman online tersebut dikeluarkan oleh 161 pelaku fintech yang telah terdaftar dan memiliki izin dari OJK. Kredit yang disalurkan mencapai Rp14,79 triliun per Maret 2020.

Namun, pinjaman tersebut tidak diiringi dengan tingkat rasio pinjaman. Sesuai laporan OJK, Tingkat Keberhasilan Bayar (TKB90) pada Maret 2020 menurun ke posisi 95,78%.

Kemacetan ini salah satunya disebabkan oleh kondisi sulit di tengah pandemi virus corona (COVID-19).

Seperti diketahui, banyak sektor industri terdampak yang menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. Hal ini menjadi salah satu faktor macetnya pembayaran kredit oleh borrower.

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, jumlah pekerja yang terkena PHK maupun dirumahkan mencapai 2,9 juta. Jumlah tersebut terdiri dari 1,7 juta orang yang sudah terdata, dan 1,2 juta orang yang masih dalam proses validasi. (SKO)