Kredivo Siap Hadapi Kondisi New Normal
Teknologi finansial (financial technology/fintech) peer-to-peer (P2P) lending dari PT FinAccel Digital Indonesia (Kredivo) bersiap untuk menghadapi kondisi kelaziman baru (new normal) setelah pandemi COVID-19.
Teknologi finansial (financial technology/fintech) peer-to-peer (P2P) lending dari PT FinAccel Digital Indonesia (Kredivo) bersiap untuk menghadapi kondisi kelaziman baru (new normal) setelah pandemi COVID-19.
CEO Kredivo Alie Tan mengatakan kemampuan adaptasi yang cermat dan solid adalah kunci untuk melalui kondisi ini sekaligus menjaga keberlangsungan hidup serta usaha dalam jangka panjang.
“Di sisi lain, pelaku industri keuangan juga dituntut untuk terus berinovasi melalui teknologi, guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan transaksi digital yang semakin meningkat di masa pandemi ini,” kata dia melalui keterangan resmi di Jakarta, Rabu, 20 Mei 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Masa-masa pandemi yang tak kunjung menampakkan akhir menuntut masyarakat untuk menghadapi normal yang baru (the new normal), yakni fase terjadinya perubahan perilaku masyarakat dalam beraktivitas, termasuk urusan keuangan.
Dia menilai masyarakat dan para pelaku industri memerlukan kemampuan beradaptasi dengan kondisi normal yang baru penting untuk diterapkan agar dapat bertahan dan melewati krisis tersebut.
Fintech yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak tahun 2018 ini memaparkan hal mendasar yang menjadi faktor pendorong dalam melakukan adaptasi terhadap kondisi normal yang baru bagi pelaku industri keuangan.
“Kemudahan dalam bertransaksi menjadi kunci yang semakin relevan bagi konsumen saat ini. Industri keuangan dituntut untuk semakin memperkuat transformasi digitalnya, bahkan mempersiapkan strategi secara matang menuju industri 4.0,” tulis Alie.
Selain itu, dia mengungkapkan bahwa masyarakat akan menjadi konsumen yang cerdas, termasuk untuk pengelolaan keuangan. Hal ini dapat menjadi sinyal positif bagi peningkatan literasi keuangan di Indonesia.
“Namun, perlu diiringi dengan kesiapan para pelaku industri keuangan untuk memberikan produk atau layanan keuangan yang memiliki nilai tambah dan mampu mendukung produktivitas masyarakat,” terang dia.
Dalam penelitian yang dilakukan McKinsey terkait sentimen konsumen Indonesia ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan aktivitas digital selama masa pandemi dengan lebih dari 30% responden mengaku lebih sering memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memesan makanan secara online.
Dalam laporan McKinsey ini juga disebutkan bahwa secara global adopsi teknologi digital pada industri keuangan pun meningkat, yakni 73% masyarakat telah mencoba adopsi teknologi digital dalam 6 bulan terakhir, sementara 21% di antaranya merupakan pengguna baru.
Perubahan perilaku tersebut akan menggiring pada fase normal yang baru, yaitu menuntut masyarakat untuk mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut guna menjaga produktivitas dan keberlangsungan kehidupan.
“Pelaku usaha harus terus berinovasi untuk menghadapi ketidakpastian dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang selalu berubah,” lanjut Alie.
Selain itu, strategi manajemen risiko dan efisiensi operasional berdasarkan skala prioritas juga perlu ditingkatkan oleh pelaku industri untuk memastikan keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang.
“Sejak kehadirannya, DNA industri fintech adalah berinovasi membantu masyarakat menghadapi tantangan,” tegasnya.