Ilustrasi aset kripto Bitcoin.
Fintech

Kripto Bitcoin Berpotensi Tembus US$45.000 di Akhir 2023

  • Walaupun sedang terjadi penurunan, namun trader Tokocrypto Fyqieh Fachrur menilai bahwa Bitcoin masih memiliki potensi untuk melanjutkan penguatan.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Aset kripto berkapitalisasi pasar terbesar, Bitcoin (BTC), berpotensi menembus kisaran US$40.000-US$45.000 atau setara dengan Rp625,96 juta-Rp704,2 juta dalam asumsi kurs Rp15.649 per-dolar Amerika Serikat (AS). 

Menurut pantauan Coin Market Cap, Jumat, 10 November 2023 pukul 13.00 WIB, Bitcoin menempati posisi harga US$36.690 (Rp574,16 juta).

Dalam 24 jam terakhir, Bitcoin melemah 0,06%. Walaupun sedang terjadi penurunan, namun trader Tokocrypto Fyqieh Fachrur menilai bahwa Bitcoin masih memiliki potensi untuk melanjutkan penguatan.

Potensi penguatan tersebut didukung oleh beberapa faktor, termasuk akumulasi konsisten oleh investor jangka panjang dan kondisi makroekonomi yang mendukung.

Fyqieh menyebutkan, salah satu pendorong harga Bitcoin adalah akumulasi yang terus-menerus dilakukan oleh investor jangka panjang. 

Data dari Glassnode menunjukkan peningkatan terus-menerus dalam jumlah Bitcoin yang dimiliki oleh investor jangka panjang selama beberapa bulan terakhir. 

Dikatakan oleh Fyqieh, ketersediaan Bitcoin sangat terbatas, terutama dimiliki oleh mereka yang bermaksud menyimpannya dalam jangka panjang. 

“Akibatnya, ada peningkatan yang luar biasa dalam jumlah Bitcoin yang diakumulasi oleh orang-orang ini seiring berjalannya waktu. Hal ini menyebabkan harga Bitcoin masih kuat," kata Fyqieh kepada TrenAsia, dikutip Jumat, 10 November 2023.

Faktor lain yang berpotensi mendukung harga Bitcoin adalah sikap dovish yang diungkapkan oleh beberapa pejabat bank sentral AS alias The Federal Resere (The Fed). 

Sikap dovish dalam konteks ini merujuk pada kecenderungan The Fed untuk mengadopsi kebijakan moneter yang mendukung pertumbuhan ekonomi. 

Kebijakan ini dapat memberikan dampak positif pada aset berisiko, termasuk saham dan kripto, karena mengurangi daya tarik investasi pada aset yang dianggap lebih aman, seperti obligasi.

Meskipun ada indikasi sikap dovish dari The Fed, Bitcoin terlihat bergerak mendatar, menunjukkan ketidakpastian pasar. 

Investor cenderung berhati-hati menjelang rilis data inflasi Amerika Serikat dan potensi penutupan pemerintah AS. Tingginya ketidakpastian membuat investor enggan mengambil posisi yang agresif, lebih memilih menunggu data dan perkembangan pasar sebelum membuat keputusan investasi, seperti yang dijelaskan oleh Fyqieh.

Adapun dua peristiwa penting yang mungkin memengaruhi pergerakan Bitcoin dalam waktu dekat adalah rilis Laporan Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) pada 14 November 2023, dan batas waktu pemerintah AS untuk menemukan sumber utang baru pada 17 November 2023 guna menghindari penutupan pemerintah. 

Jika pemerintah AS memutuskan untuk meningkatkan utang, ini bisa menjadi pendorong positif bagi pasar kripto, termasuk Bitcoin.

Fyqieh memprediksi bahwa Bitcoin berpotensi melampaui kisaran level US$36.000 (Rp563,8 juta), didorong oleh akumulasi yang konsisten dan kondisi makroekonomi yang mendukung. 

Fyqieh menyatakan bahwa penembusan di atas $36.000 dapat memperkuat tren kenaikan, membuka peluang bagi Bitcoin untuk mencapai level $40.000 (Rp625,96 juta) dan $45.000 (Rp704,25 juta) pada akhir tahun 2023.