logo
Ilustrasi Bitcoin. Sumber: Pixabay.com
Fintech

Kripto Jadi Alternatif Investasi di Tengah Volatilitas Pasar Saham

  • Di tengah ketidakpastian pasar saham, diversifikasi menjadi strategi yang bijak untuk menjaga stabilitas keuangan. Salah satu opsi yang semakin diminati adalah investasi dalam aset kripto.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Pasar saham Indonesia mengalami gejolak signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat anjlok lebih dari 5%, mencapai level 6.076,08 pada 18 Maret 2025, yang bahkan memicu penghentian perdagangan sementara (trading halt). 

Meskipun IHSG kemudian kembali ke zona hijau berkat penguatan nilai tukar rupiah, volatilitas ini membuat investor mencari alternatif investasi lain, termasuk aset kripto. Chief Marketing Officer (CMO) Tokocrypto, Wan Iqbal, menyoroti perbedaan antara pasar saham dan aset safe haven seperti emas serta Bitcoin. 

"Fluktuasi 5-10% dalam sehari adalah hal yang wajar bagi Bitcoin, sementara pergerakan 5% pada IHSG memiliki dampak besar terhadap perekonomian nasional," ujar Iqbal melalui hasil riset yang diterima TrenAsia, Jumat, 21 Maret 2025. 

Ia juga menambahkan bahwa IHSG mencerminkan kepercayaan investor terhadap pasar modal Indonesia sekaligus menjadi indikator stabilitas ekonomi. Hal yang serupa juga berlaku bagi pasar kripto, yang semakin berkembang sebagai alternatif investasi dengan keterkaitan terhadap dinamika ekonomi global serta adopsi teknologi keuangan di Indonesia.

“Kami optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang didukung oleh kebijakan kondusif, inovasi sektor keuangan, serta peningkatan literasi investasi masyarakat,” tambahnya.

Kripto Sebagai Instrumen Diversifikasi Portofolio

Di tengah ketidakpastian pasar saham, diversifikasi menjadi strategi yang bijak untuk menjaga stabilitas keuangan. Salah satu opsi yang semakin diminati adalah investasi dalam aset kripto.

Salah satu keunggulan kripto adalah keberadaan stablecoin, yakni aset digital yang nilainya terkait dengan mata uang fiat seperti Dolar AS atau emas. Ini memberikan pilihan investasi dengan volatilitas yang lebih rendah, terutama bagi pemula yang baru memasuki dunia kripto.

“Selain stablecoin, aset kripto berfundamental kuat seperti Bitcoin menjadi pilihan bagi investor yang ingin memulai dengan instrumen yang lebih stabil sebelum mengeksplorasi aset dengan volatilitas lebih tinggi,” jelas Iqbal. Tren ini terlihat dari meningkatnya jumlah investor baru yang masuk ke pasar kripto Indonesia dengan pendekatan yang lebih hati-hati.

Pertumbuhan Pasar Kripto di Indonesia

Terlepas dari tantangan global, industri kripto di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang positif. Data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat bahwa penerimaan pajak dari transaksi aset kripto mencapai Rp1,21 triliun hingga Februari 2025. Angka ini mencerminkan peningkatan transaksi aset digital sejak 2022, dengan rincian sebagai berikut:

  • Rp246,45 miliar pada 2022
  • Rp220,83 miliar pada 2023
  • Rp620,4 miliar pada 2024
  • Rp126,39 miliar pada awal 2025

Dari sisi transaksi, nilai perdagangan aset kripto juga mengalami lonjakan. Pada Januari 2025, volume transaksi mencapai Rp44,07 triliun, meningkat lebih dari 104% dibandingkan periode yang sama pada 2024, yang hanya mencatatkan Rp21,57 triliun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai tren ini sebagai indikasi stabilitas pasar serta kepercayaan investor yang tetap tinggi terhadap aset digital.

“Meskipun pasar saham mengalami tekanan, investor tidak perlu menghindari investasi sepenuhnya. Diversifikasi ke aset lain seperti kripto dapat membantu mengurangi risiko dan menjaga stabilitas portofolio. Dengan pertumbuhan yang terus berlanjut, kripto bisa menjadi alternatif investasi yang menarik,” ungkap Iqbal.

Bitcoin Menguat Setelah Risalah FOMC, Apa Selanjutnya?

Bitcoin mengalami lonjakan harga yang signifikan, mencapai US$87.453 atau sekitar Rp1,44 miliar pada 20 Maret 2025. Kenaikan ini terjadi sebagai respons terhadap hasil pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) serta pernyataan dari Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell.

Dalam konferensi pers, Powell menyatakan bahwa The Fed tetap mempertahankan suku bunga AS pada kisaran 4,25% hingga 4,5% sejak Desember 2024. Meskipun inflasi masih menjadi tantangan, kebijakan ini sesuai dengan ekspektasi pasar. Selain itu, langkah The Fed dalam mengurangi kebijakan pengetatan kuantitatif (QT) turut memperkuat sentimen positif di pasar.

Tak hanya Bitcoin, indeks saham utama seperti Dow Jones dan S&P 500 juga mengalami kenaikan, mencerminkan optimisme investor terhadap prospek ekonomi yang lebih akomodatif.

Menurut analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, lonjakan harga Bitcoin juga dipengaruhi oleh meningkatnya minat institusional serta perkembangan politik global. “Rencana Donald Trump untuk berbicara di Digital Asset Summit (DAS) di New York turut mendorong minat investor terhadap kripto. Selain itu, ETF Bitcoin spot AS mencatat arus masuk bersih sebesar US$209 juta pada 19 Maret, menunjukkan bahwa investor besar kembali aktif di pasar,” jelas Fyqieh.

Prediksi Pergerakan Harga Bitcoin

Sejumlah analis memperkirakan bahwa Bitcoin masih memiliki potensi kenaikan lebih lanjut. Fyqieh mengidentifikasi pola bullish pada grafik harian BTC, yang dapat membawa harga menuju level US$90.000, terutama jika The Fed menunjukkan sikap yang lebih dovish terhadap kebijakan moneternya.

Namun, volatilitas tetap menjadi faktor utama dalam pergerakan harga Bitcoin. “Jika Powell mengisyaratkan potensi penurunan suku bunga di akhir tahun ini, Bitcoin bisa menembus level US$90.000. Sebaliknya, jika kebijakan moneter tetap ketat, harga bisa terkoreksi ke US$76.000,” tambahnya.

Selain kebijakan The Fed, faktor geopolitik juga dapat memainkan peran penting dalam pergerakan Bitcoin. Keputusan pemerintah AS terkait regulasi kripto serta kondisi geopolitik global bisa mempengaruhi sentimen pasar secara signifikan.

Bitcoin terus menunjukkan daya tariknya sebagai aset investasi utama di tengah ketidakpastian ekonomi global. Dengan dominasi pasar sebesar 60,7% dan kapitalisasi mencapai US$1,73 triliun, minat investor terhadap Bitcoin tetap tinggi. Namun, investor tetap perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga, termasuk kebijakan moneter, arus masuk institusional, serta perkembangan geopolitik.

Bagi investor yang ingin memanfaatkan volatilitas Bitcoin, pemahaman terhadap level support di US$80.000 serta resistensi di US$85.500 dan US$87.000 bisa menjadi kunci untuk membuat keputusan investasi yang lebih strategis.