Krisis Energi Masih Berlanjut, Harga Minyak Mentah Diprediksi Melonjak Tahun Ini
- Harga minyak mentah diprediksi akan kenbali melonjak ke harga di atas US$100 per barel pada tahun ini
Dunia
TEXAS - Harga minyak mentah diprediksi akan kenbali melonjak ke harga di atas US$100 per barel pada tahun ini. Menurut perusahaan riset dan konsultasi politik Eurasia grup, kenaikan ini merupakan satu dari banyak daftar risiko teratas yang bakal terjadi pada 2023.
Adapun prediksi kenaikan harga minyak pada tahun ini dikarenakan pasokan yang ketat berusaha memenuhi permintaan yang kian meningkat.
Seperti dapat dilihat pada perdagangan Rabu, 5 Januari 2023 waktu setempat, prediksi ini mewakili kenaikan 28% dalam harga patokan internasional minyak mentah Brent yang diperdagangkan sekitar US$77,90 per barel. Hal serupa terjadi pada harga minyak mentah West Texas Intermediate, kenaikannya akan menjadi 37% dari US$72,80 per barel.
Mengutip Insider Kamis, 5 Januari 2022, pasar minyak siap untuk mengalami guncangan tahun ini. Menyusul kemudian adanya pemulihan ekonomi yang lebih cepat dari perkiraan di China setelah negara tersebut menghentikan kebijakan nol-COVID yang bersamaan dengan resesi di AS.
- Jokowi Resmikan SPAM Regional Durolis Riau untuk Penuhi Kebutuhan Air Minum 160 Ribu Jiwa
- Bingung Setelah Lulus S1, Mending Lanjut S2 atau Kerja Dulu?
- East Ventures: Tahun 2023 Akan Menjadi 'Perfect Storm' untuk Perusahaan Start Up
- Pemerintah Resmi Teken Kontrak Kerja Sama 2 Blok Migas di Aceh
Inilah yang kemudian membuat permintaan terhadap minyak mentah tak akan berkurang. yang tidak akan menenggelamkan permintaan.
Presiden dan pendiri Grup Eurasia, Ian Bremmer dan Ketua firma dan kepala cakupan makro global, Cliff Kupchan mengatakan kedua faktor tersebut akan mendorong pertumbuhan permintaan minyak mentah dan mengekspos kurangnya pasokan baru.
"Berkontribusi pada masalah ini adalah penurunan produksi Rusia di tengah berlanjutnya sanksi, rendahnya tingkat kapasitas cadangan OPEC+, berkurangnya investasi modal dalam produksi non-OPEC, dan tidak adanya kesepakatan nuklir Iran," tulis Bremmer dan Kupchan seperti dikutip TrenAsia.com.
Ke depannya, Eurasia grup memprediksi Ketegangan kemungkinan akan meningkat antara OPEC+ dan konsumen global yang dipimpin oleh AS lantaran kartel minyak berupaya melindungi harga dasar sekitar US$90 per barel untuk Brent. Dimana hal tersebut sebetulnya bertentangan dengan harga minyak yang lebih rendah yang diinginkan konsumen.
"Harga yang lebih tinggi akan mendorong AS untuk campur tangan langsung di pasar dan menghukum langkah negara penghasil minyak yang dilihatnya sebagian bermotivasi politik," tulis laporan proyeksi Eurasia Group.
Sementara itu, harga gas alam AS akan naik dan merasakan tekanan dari kebutuhan Uni Eropa untuk membangun kembali penyimpanan gas mulai kuartal kedua tahun ini karena tidak adanya pasokan murah dari Rusia.
Pemulihan ekonomi China dan peningkatan permintaan global untuk gas alam cair kemungkinan akan mendorong harga gas alam AS mendekati US$8 per juta British thermal unit atau lebih.
Tahun lalu, gas alam mencapai US$8 karena permintaan Eropa mendorong kenaikan harga AS. Sejak itu jatuh di tengah cuaca hangat yang tidak sesuai musim dan diperdagangkan sekitar US$4,056 pada hari Rabu.
Singkatnya, jeda di pasar energi musim dingin ini akan bersifat sementara – mata badai sebelum krisis energi baru menambah tekanan pada konsumen. Ini kemudian memberikan tekanan fiskal pada pemerintah sekaligus memperdalam perpecahan antara negara maju dan berkembang dan Amerika Serikat dan negara-negara Teluk.