Krisis Ukraina-Rusia: 5 Hal yang Perlu Diketahui Tentang Langkah Berani Putin
- Dalam pidato panjang yang disiarkan televisi Senin 21 Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan keputusan mengejutkan dengan mengakui kemerdekaan dua wilayah pemberontak Ukraina. Sebuah langkah yang semakin memperburuk ketegangan dengan Barat.
Nasional
MOSKOW- Dalam pidato panjang yang disiarkan televisi Senin 21 Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan keputusan mengejutkan dengan mengakui kemerdekaan dua wilayah pemberontak Ukraina. Sebuah langkah yang semakin memperburuk ketegangan dengan Barat.
Putin juga memerintahkan pasukan untuk masuk ke dua wilayah itu dengan dalih untuk menjaga perdamaian. Rusia menyebut Ukraina sedang menyiapkan serangan besar-besaran ke wilayah pemberontak dan juga melemparkan tuduhan Kiev telah melakukn genosida.
Berikut lima hal terkait keputusan berani Putin tersebut sebagaimana dikutip dari Al Jazeera.
Bagaimana krisis terakhir dimulai?
Pada hari Minggu, Putin mengulangi rasa frustrasinya bahwa tuntutan Rusia untuk menulis ulang pengaturan keamanan Eropa telah berulang kali ditolak.
- Adhi Karya (ADHI) Goundbreaking Pembangunan Fasilitas Pengolahan Sampah Bantargerbang
- Blok Korinci Baru Milik Anak Usaha Energi Mega Persada (ENRG) Mulai Beroperasi Kembali
- Gelar Property Expo 2022, BTN Targetkan Penyaluran KPR Senilai Rp2,5 Triliun
Dia ingin Amerika dan NATO berjanji bahwa mereka tidak akan pernah mengizinkan Ukraina menjadi anggota aliansi dengan mengatakan Ukraina harus menjadi negara penyangga dan netral. Moskow juga telah meminta NATO menghentikan semua aktivitas militer di Eropa Timur karena merusak keamanan kawasan.
Tetapi para pemimpin Barat telah menolak tuntutan itu. Mereka mengatakan Kremlin tidak dapat bisa memveto keputusan kebijakan luar negeri Kyiv. Aliansi juga telah mennetukan sikap kebijakan pintu terbuka yang memberikan hak kepada negara Eropa mana pun untuk meminta bergabung.
Moskow telah mengumpulkan sekitar 150.000 tentara di sepanjang perbatasan. Negara-negara Barat yang dipimpin oleh Washington yakin Rusia sedang merencanakan serangan skala besar. Moskow menyangkal hal ini, dan mengatakan pihaknya dapat memindahkan pasukan dan peralatan militernya ke mana pun di wilayahnya sendiri.
Ada apa dengan dua wilayah separatis itu?
Separatis yang didukung Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk Ukraina memisahkan diri dari kendali pemerintah Ukraina pada tahun 2014 dan memproklamirkan diri sebagai “republik rakyat” yang independen.
Langkah itu menyebabkan konflik berdarah antara Ukraina dan pasukan yang didukung Rusia yang sebagian berakhir dengan penandatanganan perjanjian Minsk setahun kemudian. Kesepakatan itu menyerukan gencatan senjata di wilayah itu, kepergian pasukan asing dan pemberian otonomi untuk daerah-daerah yang dikuasai separatis.
Tetapi Rusia menuduh Kyiv terus melanggar gencatan senjata. Sebaliknya Ukraina menuduh Moskow melakukan hal yang sama.
Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) telah mencatat lebih dari 2.000 pelanggaran gencatan senjata, termasuk 1.100 ledakan antara 18 dan 20 Februari. Jumlah yang relatif tinggi.
Putin dalam pidatonya pada hari Senin tampak marah. Dia mengulangi keyakinannya bahwa Ukraina timur adalah tanah Rusia kuno. “Saya menganggap perlu untuk membuat keputusan yang seharusnya dibuat sejak lama untuk segera mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk,” katanya sebelum menandatangani dekrit.
Bagaimana kekuatan internasional bereaksi?
Presiden Amerika Joe Biden segera menandatangani perintah eksekutif untuk menghentikan aktivitas bisnis Amerika di wilayah yang memisahkan diri. Uni Eropa diperkirakan akan menyetujui dengan suara bulat serangkaian sanksi kuat dan besar-besaran terhadap Rusia pada hari Selasa. Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan Jerman telah mengambil langkah untuk menghentikan proses sertifikasi pipa gas Nord Stream 2, yang membawa gas alam dari Rusia ke Jerman.
China, sekutu Rusia mengatakan prihatin sementara Jepang mengatakan siap untuk bergabung dengan sanksi internasional terhadap Moskow jika terjadi invasi skala penuh.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan Rusia harus menarik diri tanpa syarat dari wilayah Ukraina dan berhenti mengancam tetangganya.
Sedangkan pemerintah Suriah dan Nikaragua mendukung langkah Putin dan akan bekerja sama dengan dua wilayah separatis.
Apa yang dikatakan di Dewan Keamanan PBB?
Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Politik dan Perdamaian Rosemary DiCarlo Senin malam membuka pertemuan dengan peringatan bahwa risiko konflik besar adalah nyata dan perlu dicegah dengan segala cara.
- RANS Luncurkan Metaverse Bernama RansVerse, Pengguna Bisa Beli Tanah Dekat Rumah Raffi Ahmad
- Anak Usaha Waskita Karya Suntik Pinjaman Rp622 Miliar ke CTT untuk Bangun Tol Cimanggis-Cibitung
- Trans Retail Milik Chairul Tanjung Diajukan PKPU oleh Wika Gedung
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, mengatakan Amerika dan sekutu Baratnya menghasut Ukraina menuju provokasi bersenjata. Dia menuduh Ukraina meningkatkan penembakan di daerah permukiman di wilayah separatis selama akhir pekan lalu dan di beberapa kota dan desa Rusia di dekat perbatasan.
Sedangkan Sergiy Kyslytsya, Duta Besar Ukraina untuk PBB menuntut agar Moskow membatalkan pengakuannya dan segera menarik pasukan yang dikirim ke sana kemudian kembali ke negosiasi.
China dengan nada hati-hati menyerukan semua pihak menahan diri dan mencari solusi diplomatik. Duta Besar Kenya untuk PBB Martin Kimani juga mengutuk langkah Rusia dengan mengatakan bahwa “multilateralisme berada di ranjang kematiannya malam ini”. Sebuah video pidatonya telah dibagikan secara luas dan dipuji di media sosial.
Apa yang ada di depan?
Kekhawatiran perang Eropa terus membayang tetapi beberapa orang percaya bahwa masih ada ruang untuk diplomasi. Sebelum pengumuman Putin dia telah setuju untuk berbicara dengan Biden tentang krisis yang terjadi.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov juga mengatakan dia masih tertarik untuk mengejar solusi diplomatik.
Seperti yang telah dicatat oleh banyak pengamat, krisis tidak dapat diprediksi dan tidak ada yang benar-benar tahu apa yang ingin dicapai Putin. Hingga Senin, Rusia menolak untuk mengakui kedua "republik". Tetapi dengan cepat keputusan itu berubah.