Ilustrasi Institut Pertanian Bogor (IPB).
Fintech

Kronologi Kasus Ratusan Mahasiswa IPB Terjerat Pinjol, Berawal dari Modus 'Pembelian Fiktif' di Marketplace

  • Yatri menjelaskan, sebenarnya di kasus ini, para mahasiswa bukan tersandung oleh platform ilegal yang membuat mereka diteror dengan sedemikian rupa seperti kasus-kasus jeratan pinjol pada umumnya.
Fintech
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Kepala Biro Komunikasi Institut Pertanian Bogor (IPB) Yatri Indah Kusumastuti menceritakan bahwa kasus ratusan mahasiswanya yang terjerat pinjaman online (pinjol) berawal dari modus pembelian fiktif di marketplace

Yatri menjelaskan, sebenarnya di kasus ini, para mahasiswa bukan tersandung oleh platform ilegal yang membuat mereka diteror dengan sedemikian rupa seperti kasus-kasus jeratan pinjol pada umumnya. 

Pihak kampus pun sudah memastikan bahwa platform yang bersangkutan sudah terdaftar secara resmi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya di artikel ini, para mahasiswa sebenarnya lebih terjerat ke kasus penipuan di luar pinjol itu sendiri. Pinjol hanyalah “kendaraan” yang digunakan oleh pelaku.

Dalam pertemuan bersama para mahasiswa dengan Rektor dan pejabat IPB lainnya, diketahui bahwa para korban diajak untuk melakukan suatu proyek yang bisa memberikan mereka keuntungan.

Proyek tersebut adalah pembelian fiktif yang dilakukan di marketplace untuk menaikkan rating dari toko online milik pelaku berinisial SAN. 

“Jadi, para mahasiswa ini disuruh membeli dan dijanjikan komisi 10% untuk setiap transaksi,” ujar Yatri saat ditemui TrenAsia di IPB, Bogor, Rabu, 16 November 2022. 

Menurut keterangan Yatri, toko online sang pelaku menjual berbagai gadget seperti laptop dan sebagainya. 

Dalam transaksi pembelian fiktif ini, para mahasiswa diminta untuk mengajukan pinjaman ke platform pinjol. Ada empat platform yang digunakan oleh pelaku dalam modus yang dilancarkannya. 

Kemudian, para korban memang menerima kiriman barang, namun tidak sesuai dengan produk yang dibeli. Misalnya, saat membeli laptop, yang diterima oleh korban adalah earphone dll. 

Namun, para mahasiswa tidak mempermasalahkan hal tersebut karena pada dasarnya transaksi yang mereka lakukan hanyalah pembelian fiktif untuk menaikkan rating di marketplace

Nantinya, pinjaman dari para korban dijanjikan akan dibayar oleh pelaku sehingga mahasiswa akhirnya merasa bahwa mereka tidak perlu mengeluarkan uang sama sekali dan sudah bisa menerima keuntungan 10% dari setiap transaksi.

Namun, pada akhirnya sang pelaku tidak menunaikan janjinya sehingga para mahasiswa pun terjerat uang dalam jumlah yang tidak sedikit.

Dalam kasus ini, total kerugian mencapai Rp2,1 miliar. Namun, angka itu adalah kerugian untuk 311 mahasiswa, termasuk yang di luar IPB. Untuk di IPB sendiri, ada 116 mahasiswa yang menjadi korban.

“Untuk jumlah kerugian di IPB sendiri masih didata oleh kami, tapi untuk keseluruhan kerugiannya sampai Rp2,1 miliar,” kata Yatri. 

Yatri mengatakan, pihak kampus mengetahui para mahasiswanya terjerat oleh pinjol saat ada beberapa orang tua yang melapor. Mereka melapor kepada pihak kampus karena tidak tahu harus melapor ke siapa lagi selain kepada polisi.

Melihat jumlah korban dari institusinya yang tidak sedikit, pihak IPB pun segera melakukan pertemuan dengan para korban untuk menggali informasi. 

Saat ini, IPB menyediakan posko pengaduan untuk para mahasiswa yang terlibat dalam kasus sebagai korban. Selain itu, IPB pun tengah berencana untuk mengadakan sejumlah program untuk mendorong literasi keuangan para civitas akademika agar tidak terulang kejadian yang serupa.