Ilustrasi pengadilan (Freepik/Racool_studio)
IKNB

Kronologi Kasus yang Dorong MK untuk Tak Izinkan Pembatalan Polis Asuransi Sepihak

  • Keputusan ini didasari oleh kasus yang melibatkan Maribati Duha, ahli waris dari penerima manfaat (klaim) atas nama almarhum Sopan Santun Duha, yang merupakan tertanggung dalam polis asuransi jiwa PT Prudential Life Assurance.

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengeluarkan keputusan penting yang memengaruhi praktik pembatalan polis asuransi secara sepihak. 

Keputusan ini didasari oleh kasus yang melibatkan Maribati Duha, ahli waris dari penerima manfaat (klaim) atas nama almarhum Sopan Santun Duha, yang merupakan tertanggung dalam polis asuransi jiwa PT Prudential Life Assurance. 

Berikut adalah kronologi dan pertimbangan hukum yang melatarbelakangi putusan tersebut.

Kronologi Kasus Maribati Duha

1. Pengajuan Polis Asuransi

Polis asuransi jiwa dengan nomor polis 51928221 diterbitkan oleh PT Prudential Life Assurance untuk almarhum Latima Laia pada 25 November 2013. Polis ini memberikan manfaat risiko meninggal dunia sebesar Rp735.000.000.

2. Polis Pernah Lapsed

Pada Februari 2020, PT Prudential menyetujui permohonan cuti premi (Premium Holiday) yang diajukan oleh tertanggung. Polis kemudian dipulihkan pada Maret 2022 setelah tertanggung memenuhi sejumlah syarat, termasuk:

  • Mengisi formulir permohonan pemulihan polis;
  • Membayar premi yang tertunggak;
  • Melakukan pemeriksaan kesehatan di Klinik Gloria, Nias.

Namun, ahli waris mengklaim bahwa saat mengisi formulir tersebut, tertanggung tidak didampingi oleh agen, sehingga menilai penanggung tidak beritikad baik.

3. Kematian Tertanggung

Pada 21 Juli 2022, tertanggung meninggal dunia. PT Prudential hanya bersedia membayar klaim sebesar Rp224.500.000, jauh di bawah jumlah manfaat penuh sebesar Rp735.000.000. Alasannya, tertanggung dianggap melanggar Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dengan tidak menyampaikan data riwayat penyakit secara lengkap.

Baca Juga: Hormati Keputusan MK Terkait Klaim Asuransi, Ini Langkah AAUI untuk Cegah Potensi Fraud

4. Penolakan Klaim

Dalam surat tertanggal 29 Desember 2022, Prudential menyatakan bahwa polis dianggap batal karena ketidaksesuaian informasi dari tertanggung. Mereka menolak membayar klaim penuh dengan alasan adanya ketentuan dalam Pasal 251 KUHD.

Pasal 251 KUHD Menjadi Poin Sengketa

Pasal 251 KUHD menyatakan bahwa keterangan keliru atau penyembunyian informasi oleh tertanggung, meskipun dengan itikad baik, dapat membatalkan polis. Namun, ahli waris menganggap ketentuan ini tidak adil karena:

  • Memberikan celah bagi perusahaan asuransi untuk mengurangi manfaat klaim secara sepihak;
  • Membebani kewajiban hanya pada tertanggung, tanpa memperhatikan posisi lemah mereka;
  • Tidak memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi tertanggung.

Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi

Dalam putusannya, MK memberikan sejumlah pertimbangan hukum, antara lain:

1. Kesepakatan Berimbang

Perjanjian asuransi harus didasarkan pada prinsip iktikad baik dari kedua belah pihak. Penanggung tidak boleh hanya mengandalkan keterangan tertanggung tanpa verifikasi tambahan.

2. Posisi Lemah Tertanggung

MK menyoroti bahwa tertanggung sering berada dalam posisi yang lebih lemah karena kurangnya pemahaman terkait kontrak asuransi yang umumnya disusun dalam format baku.

3. Potensi Penyalahgunaan Pasal 251 KUHD

Norma dalam Pasal 251 KUHD berpotensi menimbulkan penafsiran beragam dan membuka ruang bagi perusahaan asuransi untuk menghindari tanggung jawab pembayaran klaim.

4. Penyelesaian Sengketa

MK menegaskan bahwa pembatalan polis asuransi harus melalui kesepakatan kedua belah pihak atau diputuskan oleh pengadilan sebagai langkah terakhir.

5. Relevansi Pasal 251 KUHD

Pasal 251 KUHD dinilai sebagai produk hukum kolonial yang tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan hukum saat ini.

Amar Putusan Mahkamah Konstitusi

Berdasarkan pertimbangan tersebut, MK memutuskan sebagai berikut:

  1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian.
  2. Menyatakan Pasal 251 KUHD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai bahwa pembatalan pertanggungan harus didasarkan pada kesepakatan antara penanggung dan tertanggung atau melalui putusan pengadilan.
  3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia.