
Kronologi Ketegangan Afrika Selatan dan AS, Berujung Pengusiran Dubes
- Diplomasi Afrika Selatan di ICJ adalah langkah penting untuk mengungkap tindakan Israel terhadap Palestina dan memberikan harapan bagi rakyat Palestina yang telah lama mengalami penderitaan akibat konflik berkepanjangan.
Dunia
JAKARTA - Hubungan diplomatik antara Afrika Selatan dan Amerika Serikat (AS) mengalami ketegangan serius setelah pengusiran Duta Besar Afrika Selatan untuk AS, Ebrahim Rasool.
Keputusan ini diumumkan setelah Rasool mengeluarkan pernyataan yang dianggap kontroversial dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Institut Mapungubwe Afrika Selatan.
Dalam forum tersebut, ia menuduh Presiden AS, Donald Trump, menjalankan kebijakan supremasi kulit putih sebagai respons terhadap perubahan demografi di Amerika Serikat. Pernyataan tersebut memicu reaksi keras dari Washington dan menjadi pemicu utama pengusirannya.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, yang baru menjabat dalam pemerintahan AS, langsung merespons pernyataan Rasool dengan menyatakan bahwa sikap tersebut tidak dapat diterima dan merusak hubungan diplomatik antara kedua negara.
Pemerintah AS menilai bahwa seorang diplomat seharusnya menjaga hubungan baik antarnegara, bukan justru memperkeruh situasi dengan pernyataan yang bersifat provokatif.
Akibatnya, AS menyatakan Rasool sebagai persona non grata, yang berarti ia harus meninggalkan negara tersebut dalam waktu yang telah ditentukan.
Keputusan pengusiran ini terjadi di tengah berbagai ketegangan yang telah berlangsung sebelumnya antara Washington dan Pretoria.
- Jadi Dewan Pengarah, Ini Tugas Jokowi dan SBY di Danantara
- Tidak Asal Bicara, Inilah 3 Sosok Juru Bicara Top Indonesia
- Mudik Hemat! Diskon Tarif Tol 20 Persen Berlaku Hari Ini, Simak Rincian Waktunya
Ketegangan AS - Afrika Selatan
Salah satu pemicu utama adalah langkah Afrika Selatan yang membawa kasus dugaan genosida Israel terhadap rakyat Palestina ke Mahkamah Internasional (ICJ).
Langkah ini memicu reaksi keras dari AS, yang merupakan sekutu utama Israel. Washington menilai bahwa tindakan Pretoria berisiko merusak keseimbangan politik di Timur Tengah dan memperburuk ketegangan geopolitik global.
"Karena saat kita berdiri di sini, pemboman terus berlanjut dan penembakan terus berlanjut, dan jika Afrika Selatan tidak berada di ICJ, Israel tidak akan terungkap, dan Palestina tidak akan memiliki harapan," ujar Rasool setibanya di Cape Town, dikutip Selasa, 25 Maret 2025.
Selain itu, hubungan Afrika Selatan yang semakin erat dengan Iran juga menjadi faktor lain dalam kebijakan AS terhadap negara tersebut. Washington melihat hubungan yang semakin dalam antara Pretoria dan Teheran sebagai ancaman bagi kepentingan strategis AS di kawasan tersebut.
Ditambah lagi, kebijakan perampasan tanah di Afrika Selatan yang dinilai kontroversial oleh AS menjadi alasan lain yang memperburuk hubungan bilateral.
Setelah pengusiran diumumkan, Ebrahim Rasool segera bersiap untuk kembali ke negaranya. Pada Minggu (23/3), ia menempuh perjalanan panjang selama 32 jam dari AS menuju Cape Town melalui Qatar.
Setibanya di Afrika Selatan, Rasool disambut oleh sejumlah pejabat dan pendukungnya. Dalam pernyataan resminya di Cape Town, ia menegaskan bahwa dirinya tidak menyesali pernyataannya dan tetap berpegang teguh pada prinsip yang ia sampaikan.
Rasool menegaskan bahwa Afrika Selatan tidak akan membiarkan AS menentukan siapa teman dan musuh mereka.
"Tetapi kami tidak dapat melakukannya dengan membiarkan AS memilih siapa yang harus menjadi teman kami dan siapa yang harus menjadi musuh kami." tambah Rasool.
Ia juga menyayangkan kegagalannya dalam menepis isu “kebohongan genosida kulit putih” yang selama ini dijadikan narasi untuk menggambarkan situasi di Afrika Selatan.
Menurutnya, upaya diplomasi Afrika Selatan di ICJ adalah langkah penting untuk mengungkap tindakan Israel terhadap Palestina dan memberikan harapan bagi rakyat Palestina yang telah lama mengalami penderitaan akibat konflik berkepanjangan.
- Jadi Dewan Pengarah, Ini Tugas Jokowi dan SBY di Danantara
- Tidak Asal Bicara, Inilah 3 Sosok Juru Bicara Top Indonesia
- Mudik Hemat! Diskon Tarif Tol 20 Persen Berlaku Hari Ini, Simak Rincian Waktunya
Afrika Selatan Tak Anti Amerika
Rasool juga menekankan bahwa Afrika Selatan bukanlah negara anti-Amerika. Ia mengakui bahwa hubungan dengan AS tetap penting, baik dalam aspek ekonomi maupun diplomatik.
"Kami datang ke sini bahkan setelah dinyatakan sebagai persona non grata. Kami tetap datang ke sini dan berkata, kami harus membangun kembali dan kami harus mengatur ulang hubungan dengan Amerika," jelas Rasool.
Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk tetap membuka ruang dialog guna membangun kembali hubungan yang lebih baik antara kedua negara, meskipun dirinya telah dinyatakan sebagai persona non grata oleh Washington.
Ketegangan antara AS dan Afrika Selatan sebenarnya telah berlangsung sejak pemerintahan Trump berlangsung. Trump menandatangani perintah eksekutif untuk memotong bantuan keuangan ke Afrika Selatan.
Keputusan tersebut didasarkan pada beberapa faktor utama, termasuk kebijakan redistribusi lahan yang diterapkan oleh pemerintah Afrika Selatan, keterlibatan negara tersebut dalam kasus genosida Israel di ICJ, serta semakin eratnya hubungan dengan Iran.
Pengusiran Rasool menambah daftar panjang ketegangan diplomatik antara kedua negara. Meski demikian, Afrika Selatan tampaknya tetap teguh pada prinsip yang mereka pegang, khususnya terkait kebijakan luar negeri mereka yang mendukung hak-hak Palestina.
Kini, bola berada di tangan kedua negara. Apakah mereka akan tetap berpegang pada sikap keras masing-masing, ataukah ada jalan tengah yang bisa ditempuh untuk memperbaiki hubungan diplomatik yang semakin tegang?