Ilustrasi ibadah haji.
Nasional

Kuota Petugas Haji Indonesia Tahun 2025 Turun, Biaya Perjalanan Naik

  • Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan akan berupaya menambah kuota petugas haji agar lebih ideal dan mampu memenuhi kebutuhan operasional di lapangan.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi telah menetapkan kuota jemaah haji Indonesia untuk tahun 2025 sebanyak 221.000 orang, dengan tambahan kuota untuk petugas haji sebanyak 2.210 orang. Jumlah kuota petugas ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2024, yang mencapai 4.700 orang. 

Menanggapi hal ini, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan akan berupaya menambah kuota petugas haji agar lebih ideal dan mampu memenuhi kebutuhan operasional di lapangan.

Untuk biaya haji tahun 2025, pemerintah mengusulkan total Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp93,3 juta per jemaah. Dari jumlah tersebut, 70% atau Rp65,3  juta dibebankan kepada jemaah sebagai Bipih (Biaya Perjalanan Ibadah Haji), sementara itu 30% atau Rp28 juta ditanggung oleh pemerintah melalui nilai manfaat dana haji.

Dibandingkan dengan tahun 2024, terjadi kenaikan Bipih yang cukup signifikan. Pada tahun 2024, jemaah membayar Bipih sebesar Rp56 juta, Sementara itu, total BPIH tetap hampir sama, yaitu sekitar Rp93,4 juta.

Penetapan biaya ini diukut menggunakan nilai tukar mata uang dengan kurs USD Rp16.000 dan Riyal Saudi Rp4.266,67. Penyesuaian kurs menjadi salah satu faktor utama dalam perhitungan Bipih tahun 2025.

Kenaikan Bipih tahun 2025 disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk fluktuasi nilai tukar dan kebijakan pemerintah untuk menjaga keberlanjutan nilai manfaat bagi jemaah di masa mendatang. Meski demikian, pemerintah berkomitmen untuk tetap memberikan pelayanan optimal kepada seluruh jemaah haji Indonesia.

Keputusan terkait kuota dan biaya haji ini diharapkan dapat memberikan gambaran awal kepada calon jemaah dan petugas haji dalam mempersiapkan perjalanan ibadah ke Tanah Suci.

Borok Penyelenggaraan Haji 2024

Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI 2024 mengungkap sejumlah temuan terkait penyelenggaraan haji, mulai dari kelembagaan, kebijakan, hingga pelayanan. Salah satu isu yang disoroti adalah peran ganda Kementerian Agama (Kemenag) sebagai regulator dan operator. 

Padahal Arab Saudi menggunakan pendekatan government to business alih-alih government to government. Selain itu, terdapat dugaan pelanggaran UU No. 8 Tahun 2019 terkait alokasi kuota haji khusus sebesar 8% dari kuota reguler, serta pencairan nilai manfaat yang dilakukan sebelum penerbitan Keputusan Menteri Agama (KMA).

Distribusi kuota haji juga menjadi sorotan, ditemukan adanya celah pengisian kuota pendamping yang melibatkan pendamping bukan mahram, serta masalah pada 5.678 nomor porsi kuota reguler yang statusnya belum jelas. 

Ketidaksinkronan regulasi antara keputusan Dirjen PHU dan UU No. 8 Tahun 2019 turut mempersulit pengelolaan kuota. Sistem informasi Siskohat dan Siskopatuh juga dinilai tidak aman, rawan intervensi, dan memungkinkan keberangkatan jemaah yang tidak berhak.

Pada pendaftaran haji khusus, ditemukan 3.503 jemaah yang diberangkatkan tanpa antrean, serta mendaftar dan berangkat di tahun yang sama. Ketidakadilan juga terlihat dalam penggunaan nilai manfaat oleh jemaah yang belum berhak berangkat.

Sementara jemaah cadangan lunas tunda (30% kuota nasional) tidak mendapat prioritas akibat mekanisme penggabungan mahram, lansia, dan disabilitas. Selain itu, Kemenag dinilai tidak menjalankan Pasal 82 UU No. 8 Tahun 2019 terkait pelaporan operasional PIHK kepada DPR RI. 

Masalah lain ditemukan pada ketidaksesuaian pelayanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina dengan kontrak dan standar pelayanan. Temuan ini menegaskan perlunya reformasi dalam pengelolaan haji untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan pelayanan kepada jemaah.