Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memberikan keterangan kepada media mengenai dana alokasi umum (DAU) usai menghadiri rapat paripurna di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 7 Desember 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Nasional

Kurangi Risiko Pembiayaan, Pemerintah Bakal Perkuat Peran BUMN, INA dan KPBU

  • Pemerintah bertujuan mengurangi risiko pembiayaan dalam APBN tahun depan. Salah satunya dengan memperkuat peran sejumlah badan dan lembaga pembiayaan pemerintah.
Nasional
Daniel Deha

Daniel Deha

Author

JAKARTA -- Pemerintah bertujuan mengurangi risiko pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan. Salah satunya dengan memperkuat peran sejumlah badan dan lembaga pembiayaan pemerintah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan beberapa badan negara yang bakal diperkuat perannya antara lain Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum (BLU) dan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Tidak hanya itu, pemerintah juga akan memperkuat Sovereign Wealth Fund (SWF) atau INA, dan Special Mission Vehicle (SMV) melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

"Ini adalah bertujuan untuk terus menciptakan peluang bagi masuknya modal-modal secara produktif dan di sisi lain mengurangi risiko pembiayaan, terutama yang berasal dari utang," ujarnya dalam Investor Gathering 2021, dikutip Senin, 13 Desember 2021.

Tahun depan, pemerintah menargetkan jumlah pembayaran bunga utang Rp405,9 triliun. Angka ini naik 10,65% dibandingkan dengan outlook tahun ini Rp366,2 triliun.

Pembayaran bunga utang 2022 itu terdiri dari dua. Pertama, bunga utang dalam negeri sebesar Rp393,7 triliun dan bunga utang luar negeri sebesar Rp12,2 triliun.

Sri Mulyani menambahkan, pemerintah juga telah melakukan optimalisasi sumber pembiayaan non utang melalui Sisa Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA), serta pemanfaatan pinjaman program dari lembaga multilateral dan bilateral berbasis penanganan COVID-19 dengan bunga ringan.

Selain itu, koordinasi dan kerja sama juga terus dilakukan antara pemerintah dengan Bank Indonesia (BI) melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) I sampai dengan III.

“Ini juga merupakan bagian strategi kami bersama Bank Indonesia untuk memberikan guidance kepada market, kepada stakeholder mengenai bagaimana otoritas fiskal dan moneter bekerja sama, bahu membahu, namun saling memberikan peranan yang independen dan juga tekanan kepada kredibilitas masing-masing otoritas," terang Sri Mulyani.

Selain dengan BI, kerja sama juga dilakukan pemerintah dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), juga dengan self-regulatory organization, seperti Bursa Efek Indonesia (BEI), Kliring Penjaminan Efek Indonesia, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan investor-investor dalam skema KPBU.

"Tujuannya agar kami bisa bersama-sama menciptakan sinergi yang positif, sinergi yang efektif untuk mengawal pemulihan ekonomi Indonesia yang tetap akan diadakan pada potensi dinamika global yang tidak selalu mudah," jelas mantan Direktur Pelaksana World Bank.

Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah akan terus melakukan langkah-langkah untuk menyehatkan APBN menuju konsolidasi fiskal di tahun 2023. Mengoptimalkan pengelolaan aset dan menguatkan strategi pembiayaan tahun 2022 untuk mendukung terwujudnya APBN yang kuat dan berkelanjutan.

“Pemerintah akan terus mendayagunakan instrumen-instrumen yang ada menghadapi di satu sisi optimisme dari pemulihan ekonomi, namun di sisi lain kewaspadaan yang meningkat akibat potensi turbulensi yang berasal dari negara-negara maju," katanya.

Dia menjelaskan Undang-Undang (UU) APBN untuk tahun 2022 telah menyebutkan defisit di 4,85% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, UU tersebut disusun sebelum pembahasan dan penyelesaian UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang berpotensi memberikan tambahan penerimaan.

Selain itu, kondisi tersebut juga belum memperhitungkan program pemulihan ekonomi tahun 2021 yang berdampak positif di berbagai sektor yang disertai dengan berbagai kenaikan di bidang ekspor dan komoditas.

"Kita berharap tahun 2022 akan bisa mengendalikan defisit sesuai dengan skenario konsolidasi APBN atau fiskal kita untuk bisa mencapai soft landing tahun 2023 dengan defisit yang kembali bisa dikendalikan di bawah 3 persen dari PDB," ungkapnya.