<p>Nasabah melakukan transaksi penarikan uang Rupiah di Jakarta, Kamis, 18 Februari 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Pasar Modal

Kurs Dolar Hari Ini: Inflasi di AS Tembus 6,2 Persen, Rupiah Diramal Tertekan

  • Indeks Harga Konsumen (IHK) di Amerika Serikat (AS) pada Oktober menunjukkan inflasi hingga 6,2% year on year (yoy) pada Oktober 2021. Inflasi di Negeri Paman Sam ini melebihi ekspektasi pasar sehingga berpotensi menekan nilai tukar rupiah.

Pasar Modal

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA - Indeks Harga Konsumen (IHK) di Amerika Serikat (AS) pada Oktober menunjukkan inflasi hingga 6,2% year on year (yoy) pada Oktober 2021. Inflasi di Negeri Paman Sam ini melebihi ekspektasi pasar sehingga berpotensi menekan nilai tukar rupiah.

Analis Pasar Uang sekaligus Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Ariston Tjendra mengatakan rupiah berpotensi melemah ke level Rp14.300 dengan support di kisaran Rp14.200 per dolar AS. 

“Semalam data inflasi konsumen AS bulan Oktober menunjukkan kenaikan inflasi tertinggi secara tahunan dalam 30 tahun terakhir. Indeks harga konsumen AS menunjukan kenaikan 6,2% yoy,” jelas Ariston kepada TrenAsia.com, Kamis, 11 November 2021.

Inflasi di AS juga memantik pergerakan US Treasury Bond atau obligasi AS. Berdasarkan pantauan TrenAsia.com, obligasi AS tenor 10 tahun bergerak menguat ke level 1,57% atau meningkat 0,02% dibandingkan kemarin sebesar 1,55%.

Kenaikan obligasi AS, kata Ariston, juga mendorong pelaku pasar untuk meninggalkan aset berisiko di dalam negeri. Hal ini membuat pelaku pasar untuk kembali masuk ke aset minim risiko dengan yield atraktif seperti obligasi AS.

Yield yang lebih atraktif ini bisa mendorong pasar masuk kembali ke obligasi AS dan mendorong penguatan dolar AS,” papar Ariston.

Kendati demikian, inflasi pada Oktober 2021 diramal tidak akan membuat The Fed terburu-buru menaikkan suku bunga acuan. Dengan tingkat pengurangan pembelian obligasi sebesar US$15 miliar, suku bunga acuan di AS diperkirakan akan mulai dikerek kembali pada semester I-2022.

Untuk diketahui, The Fed masih memberlakukan suku bunga acuan rendah 0%-0,25%. Arah kebijakan moneter The Fed yang menahan suku bunga hingga tahun ini dapat menahan pelemahan rupiah tidak terlalu dalam.

“Tapi di sisi lain, sikap Bank Sentral AS yang tidak mau terburu-buru menaikkan suku bunga acuannya mungkin bisa menahan pelemahan rupiah dan nilai tukar lainnya,” ujar Ariston.

Hal ini juga ditopang oleh kondisi COVID-19 di dalam negeri yang semakin terkendali. Diikuti oleh kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang semakin melonggar di berbagai wilayah di Indonesia.

Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 melaporkan terdapat 480 kasus terkonfirmasi harian pada Rabu, 10 November 2021. Di samping itu, kasus sembuh pada hari yang sama menembus 531 kasus.

Tingkat vaksinasi dosis pertama di Indonesia telah mencapai 127,33 juta orang, sebanyak 80,95 juta orang di antaranya bahkan telah menyelesaikan dosis kedua. Dengan demikian, Ariston menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2021 bakal lebih baik ketimbang kuartal III-2021.

“Selain itu kondisi ekonomi dalam negeri yang mulai bergerak kembali karena pandemi yang terkendali juga bisa membantu menahan pelemahan (rupiah),” tegas Ariston.