<p>Karyawati menunjukkan mata uang Dolar Amerika dan Rupiah di salah satu teller bank, di Jakarta, Rabu, 3 Maret 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Pasar Modal

Kurs Dolar Hari Ini: Kekhawatiran Inflasi Bikin Rupiah Loyo ke Rp14.280

  •  JAKARTA - Indeks Harga Konsumen (IHK) di berbagai negara yang bergerak ke level inflasi yang tinggi dikhawatirkan memperlambat pemulihan ekonomi. Tingkat

Pasar Modal

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA - Indeks Harga Konsumen (IHK) di berbagai negara yang bergerak ke level inflasi yang tinggi dikhawatirkan memperlambat pemulihan ekonomi. Tingkat inflasi yang tinggi membuat pelaku pasar mulai meninggalkan aset berisiko.

Walhasil, Analis Pasar Uang sekaligus Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Ariston Tjendra menyebut rupiah dapat melemah ke Rp14.280 dengan potensi support di kisaran Rp14.200 per dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan rupiah ini, kata Ariston, mengikuti bursa Asia yang ditutup melemah pada kemarin. 

“Tekanan terhadap rupiah mungkin masih ada hari ini karena sentimen negatif terlihat masih membayangi pergerakan aset berisiko. Indeks saham Asia terlihat bergerak negatif pagi ini, mengikuti pergerakan negatif indeks saham AS semalam,” ujar Ariston kepada TrenAsia.com, Kamis, 18 November 2021.

Terbaru, Inggris mengumumkan inflasi pada Oktober 2021 sebesar 4,2% year on year (yoy) atau melejit dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya 3,1% yoy. Sejumlah negara lain pun melaporkan inflasi yang tinggi pada periode yang sama. 

China melaporkan producer price index pada Oktober 2021 menembus 13,5% yoy atau tertinggi sejak 1995. Pesaing utamanya, Amerika Serikat, juga mengumumkan inflasi pada Oktober 2021 mencapai 6,2% yoy atau tertinggi sejak 1990.

Kondisi ini dikhawatirkan dapat menghambat pemulihan ekonomi secara global. Ariston bilang arah kebijakan moneter di berbagai negara pun bisa berubah bila inflasi yang meninggi ini terus terjadi pada kuartal IV-2021.

“Kekhawatiran pasar terhadap kenaikan inflasi yang bisa melambatkan perekonomian masih menjadi penekan aset berisiko. Kemarin telah dirilis data inflasi Inggris yang sama seperti data inflasi AS dan China, menunjukkan kenaikan,” jelas Ariston.

Kendati demikian, Ariston menyebut arah kebijakan moneter AS yang dikemudikan The Fed tidak akan berubah setidaknya hingga awal 2022. Menurutnya, The Fed masih harus memberlakukan suku bunga rendah 0%-0,25% untuk menopang pasar tenaga kerja yang masih rentan.

Seperti diketahui, The Fed akan memulai tapering off pada akhir November 2021 dengan mengurangi pembelian US Treasury Bond sebesar US$15 miliar. Adapun langkah menaikkan tingkat suku bunga diprediksi baru terjadi pada semester I-2022.