Kurs Dolar Hari Ini: Pertumbuhan Ekonomi Melambat, Rupiah Diramal Melemah ke Rp14.400
- Kurs rupiah hari ini berpotensi melemah ke level Rp14.400 dengan support di kisaran Rp14.300 per dolar AS.
Pasar Modal
JAKARTA - Perlambatan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri berimplikasi terhadap pelemahan rupiah. Di sisi lain, perbaikan kondisi ketenagakerjaan di Amerika Serikat (AS) semakin memberikan tekanan terhadap pergerakan rupiah
Analis Pasar Uang sekaligus Kepala Riset Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan pelaku pasar melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2021 melambat melebihi perkiraan. Ariston menyebut rupiah berpotensi melemah ke level Rp14.400 dengan support di kisaran Rp14.300 per dolar AS.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh 3,51% year on year (yoy) pada kuartal III-2021.
- Sudah Raup Rp796,37 Triliun, Kemenkeu Urung Gelar Enam Lelang SBN
- Bill Gates Peringatkan Dunia untuk Bersiap Hadapi Ancaman Bioterorisme
- Pendapatan Underwriting Tumbuh 7,5 Persen, Tugu Insurance Raup Laba Rp229 Miliar pada Kuartal III-2021
Angka itu dua kali lebih rendah dibandingkan capaian pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 yang mencapai 7% yoy. Tidak hanya itu, realisasi pertumbuhan ekonomi itu berada di bawah perkiraan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang sebesar 4,5% yoy.
“Pasar mungkin mempertimbangkan Pertumbuhan PDB Indonesia kuartal ketiga yang lambat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, yang bisa memberikan tekanan ke rupiah,” jelas Ariston kepada TrenAsia.com, Senin, 8 November 2021.
Rupiah diperkirakan semakin tertekan melihat adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan di Negeri Paman Sam. Tingkat pengangguran di AS kini telah menembus 4,8% atau terendah selama pandemi COVID-19.
Termutakhir, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan non farm payrolls pada Oktober 2021 meningkat menjadi 531.000. Angka itu membaik dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 312.000.
“Data tenaga kerja menjadi acuan Bank Sentral AS di samping data inflasi untuk mengubah kebijakan moneternya. Semakin baik semakin mendorong the Fed mengetatkan kebijakan moneternya,” jelas Ariston.
Sebelumnya, Rencana awal tapering off The Fed dilakukan dengan mengurangi pembelian obligasi AS senilai US$15 miliar per bulan dari nilai pembelian awal US$120 miliar per bulan. Ariston memperkirakan proses tapering off The Fed bakal rampung pada pertengahan 2022.
Kendati demikian, The Fed bisa saja mengambil langkah lebih cepat dalam mengerek suku bunga acuan. Menurut Ariston, arah kebijakan moneter The Fed akan memperhitungkan kondisi ketenagakerjaan dan inflasi.
“Membaiknya data tenaga kerja AS yang membuka peluang pengetatan kebijakan moneter AS lebih lanjut,” ucap Ariston.