Ilustrasi aktivitas di Bank BUMN.
Pasar Modal

Kurs Dolar Hari Ini: Rupiah Langsung Lesu ke Rp15.023 per USD Imbas Ekspektasi Fed Rate Meningkat

  • "Sentimen kenaikan suku bunga acuan AS masih akan menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, apalagi kini ekspetasi kenaikan meningkat menjadi 100 basis poin dari sebelumnya 75 basis poin karena inflasi AS yang masih menaik," kata Ariston kepada TrenAsia, Jumat, 15 Juli 2022.

Pasar Modal

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Nilai kurs Rupiah dibuka melemah tiga poin di level Rp15.023 per dolar Amerika Serikat (AS) seiring dengan ekspetasi suku bunga bank sentral The Federal Reserve (The Fed) yang meningkat.

Pada perdagangan di hari sebelumnya, Kamis, 14 Juli 2022, nilai Rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah juga di level Rp15.020 USD.

Kepala Divisi Riset dan Analisis PT Monex Investindo Futures (MIFX) Ariston Tjendra mengatakan, nilai rupiah terhadap dolar AS masih berpotensi melemah karena adanya sentimen dari The Fed.

"Sentimen kenaikan suku bunga acuan AS masih akan menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, apalagi kini ekspetasi kenaikan meningkat menjadi 100 basis poin dari sebelumnya 75 basis poin karena inflasi AS yang masih menaik," kata Ariston kepada TrenAsia, Jumat, 15 Juli 2022.

Ariston menambahkan, pasar akan mencermati data neraca dagang Indonesia dan produk domestik bruto (PDB) Cina yang akan dirilis hari ini.

Data yang positif dari keduanya bisa memberikan sentimen positif kepada nilai rupiah. Meski demikian, penguatannya mungkin tidak akan terlalu besar karena tekanan yang lebih besar dari sentimen The Fed.

Ariston mencermati, nilai rupiah terhadap dolar AS hari ini berpotensi untuk bergerak di kisaran Rp14.980-Rp15.050. 

Sementara itu, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, konflik Rusia-Ukraina menjadi faktor yang memperparah tekanan pada pertumbuhan ekonomi saat dunia sedang berjuang untuk pulih dari pandemi.

Berhubung Rusia dan Ukraina memegang peranan penting dalam rantai pasokan dunia, konflik antara keduanya mendorong terjadinya krisis energi dan pangan.

"Perang ini kemudian berimbas pada lonjakan harga komoditas pangan dan energi dunia, dan kemudian mendorong kenaikan inflasi di berbagai belahan dunia. Negara lain yang tidak memiliki kemampuan untuk memberikan subsidi, otomatis bebannya dilimpahkan ke masyarakat," kata Ibrahim dikutip dari riset harian, Jumat, 15 Juli 2022.  

Walau begitu, Ibrahim menilai saat ini Indonesia masih terbilang cukup aman dari resesi. Salah satu penopangnya adalah data fundamental ekonomi yang masih kuat, apalagi komoditas unggulan ekspor terus mengalami peningkatan dan membuat penerimaan negara meningkat.