<p>Menara BCA. / Istimewa</p>
Industri

Laba BCA Milik Konglomerat Terkaya RI Tembus Rp12,2 Triliun

  • Kredit BCA tumbuh 5,3% secara tahunan atau year-on-year (yoy) menjadi Rp595,1 triliun pada Juni 2020. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh kredit korporasi yang meningkat 17,7% (yoy) menjadi Rp257,9 triliun.

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Bank milik konglomerat terkaya RI, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mencatat laba bersih Rp12,2 triliun pada semester I-2020. Laba tersebut turun 5,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp12,9 triliun.

Direktur Utama BCA Jahja Setiatmadja mengatakan, pandemi sangat berdampak pada perlambatan berbagai bisnis dan industri. “Pandemi mengakibatkan rendahnya permintaan kredit, khususnya pada Maret hingga Juni 2020,” ujarnya dalam konferensi pers daring, Senin, 27 Juli 2020.

Pada periode ini, lanjutnya, kredit tumbuh 5,3% secara tahunan atau year-on-year (yoy) menjadi Rp595,1 triliun pada Juni 2020. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh kredit korporasi yang meningkat 17,7% (yoy) menjadi Rp257,9 triliun.

Sementara itu, kredit komersial dan usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM) turun 0,9% (yoy) menjadi Rp184,6 triliun. Pada portofolio kredit konsumer, kredit pemilikan rumah (KPR) pun tumbuh flat 0,3% (yoy) menjadi Rp91 triliun, dan kredit kendaraan bermotor (KKB) turun 11,9% (yoy) menjadi Rp42,5 triliun.

Penurunan juga terjadi pada outstanding kartu kredit sebesar 18,6% (yoy) menjadi Rp10,6 triliun akibat penurunan konsumsi domestik. Dengan demikian, total portofolio kredit konsumer turun 5,1% (yoy) menjadi Rp146,9 triliun.

“Saat ini, BCA fokus mendukung nasabah untuk menghadapi kondisi perlambatan bisnis dengan memberikan restrukturisasi kredit secara selektif pada berbagai segmen,” kata Jahja.

Restrukturisasi Kredit Rp115 Triliun

Selama Maret-Juni 2020, BCA telah memproses restrukturisasi kredit Rp115 triliun atau 20% dari total portofolio kredit yang berasal dari 118.000 nasabah. Sedangkan per tanggal 22 Juli 2020, total kredit yang telah direstrukturisasi Rp69,3 triliun atau 12% dari total portofolio kredit.

Jahja pun memprediksi adanya peningkatan kredit yang direstrukturisasi mencapai 20%-30% dari total portofolio kredit yang berasal dari 200.000-250.000 nasabah.

Untuk dana pihak ketiga (DPK), semester ini BCA berhasil meningkatkan 13% (yoy) menjadi Rp761,6 triliun. Di dalamnya, dana giro dan tabungan atau CASA tumbuh 12,8% (yoy) mencapai Rp575,9 triliun dan berkontribusi sebesar 75,6% dari total DPK pada Juni 2020. Sementara itu, deposito berjangka tumbuh 13,6% (yoy) mencapai Rp185,6 triliun.

“Jaringan transaksi perbankan yang luas merupakan faktor pendorong pertumbuhan dana CASA. BCA berinvestasi pada layanan platform perbankan, khususnya pada digital channel,” tambahnya.

Hal ini tercermin pada jumlah rekening yang tumbuh 11,9% (yoy) mencapai 22,5 juta hingga Juni 2020 melalui pembukaan rekening online.

Sejauh ini, posisi likuiditas BCA berada di tingkat yang sehat terlihat dari loan to deposit ratio (LDR) sebesar 73,3%.

Di samping penurunan, BCA masih mampu meraup pendapatan bunga bersih Rp27,9 triliun, naik 10,6% (yoy). Pencapaian ini mendukung total pendapatan operasional Rp37,8 triliun yang tumbuh 10,3% (yoy).

Selain itu, beban biaya operasional tumbuh lebih rendah Rp3,8% (yoy) menjadi Rp16,2 triliun.

“Pertumbuhan tersebut memberikan ruang untuk mengantisipasi kenaikan biaya pencadangan kredit,” kata Jahja.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja. / Facebook @BankBCA

Pencadangan Rp6,5 Triliun

Biaya pencadangan penurunan nilai aset sebesar Rp6,5 triliun pada periode ini. Hal ini sejalan dengan risiko peningkatan penurunan kualitas kredit.

Permodalan bank, ungkapnya, masih terjaga dengan rasio kecukupan modal atau CAR di level 22,9%, jauh di atas rasio yang ditetapkan oleh regulator. Sementara itu, rasio kredit bermasalah atau NPL juga rendah, yakni sebesar 2,1%.

Ke depan, Jahja mengaku terus bekerja sama dengan pemangku kepentingan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

“Kami terus bekerja sama dengan pemangku kepentingan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional dengan cara terus meningkatkan layanan kebutuhan transaksi nasabah, salah satunya mendukung banking from home sehingga masyarakat tetap dapat merasa aman dan nyaman,” tuturnya. (SKO)