Laba Samudera Indonesia (SMDR) Ambrol 65 Persen jadi Rp1,22 M
- Samudera telah melakukan pembelian 8 kapal dari rencana 12 kapal tahun ini dan akan datang 4 kapal lagi di semester 2 sebagai bagian dari rencana pengembangan bisnis
Transportasi dan Logistik
JAKARTA - Emiten pelayaran PT Samudera Indonesia (SMDR) membukukan laba bersih senilai US$74,6 juta setara dengan Rp1,22 miliar (kurs Rp16.400 per dolar AS) atau anjlok 65% dibandingkan tahun 2022 senilai US$212,7 juta.
Direktur Keuangan Ridwan Hamid menjelaskan, pendapatan ikut menurun 33% menjadi US$772,4 juta atau Rp12,6 triliun dibandingkan tahun 2022 senilai US$1,15 miliar. Penurunan juga terjadi di pendapatan jasa menjadi US$772,40 juta atau setara dengan Rp11,92 triliun sepanjang 2023.
"Pendapatan ini turun 32,89% dibandingkan dengan perolehan pada 2022 yang sebesar US$1,15 miliar," ujarnya dalam paparan publik Samudera Indonesia di Hotel The St. Regis Jakarta pada Rabu, 26 Juni 2024.
- Pedang Bermata Dua Perpanjangan Restrukturisasi Kredit COVID-19
- EXCL hingga ADRO Pimpin Penguatan LQ45 Hari Ini
- IHSG Terungkit 0,37 Persen, Parkir di Level 6.908
Pendapatan tersebut ditopang dari pendapatan uang tambang sebesar US$95,41 juta, pendapatan jasa keagenan, forwarding dan pelabuhan sebesar US$25,40 juta, pendapatan jasa penanganan peti kemas sebesar US$18,42 juta dan pendapatan sewa kapal sebesar US$11,59 juta.
Biaya jasa juga mengalami penurunan menjadi US$618,63 juta atau setara dengan Rp9,55 triliun sepanjang 2023, turun 18,26% dibandingkan dengan 2022 yang senilai US$756,85 juta.
Samudera telah melakukan pembelian 8 kapal dari rencana 12 kapal tahun ini dan akan datang 4 kapal lagi di semester 2 sebagai bagian dari rencana pengembangan bisnis.
Pada April 2024, Samudera Indonesia melalui anak Perusahaan yaitu PT Tangguh Samudera Jaya yang bergerak di bidang international port, sudah menandatangani perjanjian dengan Pelindo untuk perpanjangan konsesi 25 tahun untuk dermaga 303-305.
Perlemahan Rupiah Tak Pengaruhi Kinerja
Direktur Utama Samudera Indonesia, Bani Maulana menyebut, secara umum tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kinerja perusahaan.
Bani menuturkan, hal tersebut karena sebagian besar penerimaan perusahaan berdenominasi dolar AS. Justru tren pelemahan tersebut juga belum menimbulkan efek negatif ke perusahaan dari sisi biaya operasional.
Meski demikian, Bani menuturkan pihaknya akan terus mencermati potensi risiko tren pelemahan nilai tukar ini terhadap perusahaan ke depannya. Dia menuturkan, risiko lain yang dapat mempengaruhi perusahaan adalah tren penurunan biaya angkut (freight rate).
Bani menuturkan, pihaknya masih optimistis dapat meningkatkan kinerja sepanjang tahun 2024. Menurutnya, meski tengah menurun, freight rate saat ini masih lebih baik bila dibandingkan dengan tingkat sebelum masa pandemi Covid-19.