Laba Tambang Nikel Vale Indonesia 2020 Melejit 44,2 Persen Tembus Rp1,16 Triliun
Emiten pertambangan nikel PT Vale Indonesia Tbk (INCO) berhasil meraup laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk pada 2020 senilai US$82,8 juta setara Rp1,16 triliun (kurs Rp14.044 per dolar Amerika Serikat). Perolehan laba tersebut melejit 44,2% dari tahun sebelumnya US$57,9 juta.
Korporasi
JAKARTA – Emiten pertambangan nikel PT Vale Indonesia Tbk (INCO) berhasil meraup laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk pada 2020 senilai US$82,8 juta setara Rp1,16 triliun (kurs Rp14.044 per dolar Amerika Serikat). Perolehan laba tersebut melejit 44,2% dari tahun sebelumnya US$57,9 juta.
CEO dan Presiden Direktur Vale Indonesia Nico Kanter mengatakan perseroan mencatat EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization) senilai US$273 juta. Capaian itu terutama didorong oleh produksi dan pengiriman nikel yang lebih tinggi dan kemampuan untuk mengelola biaya dengan hati-hati.
“Kami bangga sekaligus berterima kasih atas pencapaian ini. Ini jelas merupakan hasil kerja keras semua karyawan di perusahaan,” kata dia dalam keterangan resmi, Kamis, 25 Februari 2021.
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
- Pemberdayaan Perempuan di Perusahaan Jepang Masih Alami Krisis Pada Tahun 2021
Dalam laporan keuangan emiten bersandi saham INCO yang dirilis di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), tercatat pendapatan perseroan mencapai US$764,74 juta setara Rp10,74 triliun. Jumlah itu turun tipis 2,2% dari periode tahun sebelumnya US$782,01 juta.
Saat bersamaan, beban pokok pendapatan berhasil ditekan 3,6% dari US$664,3 juta menjadi US$640,3 juta pada 2020. Sehingga, laba kotor naik 5,6% menjadi US$124,3 juta.
Perolehan laba usaha INCO pada 2020 naik 16% menjadi US$103,8 juta. Sehingga, laba tahun berjalan mencapai US$82,8 juta, melejit dari tahun sebelumnya US$57,4 juta.
Per akhir Desember 2020, total liabilitas INCO mencapai US$294,2 juta dengan ekuitas US$2,02 miliar. Total aset INCO hingga akhir 2020 mencapai US$2,3 miliar.
Kinerja Operasional
Nico menjelaskan, koreksi tipis penjualan terjadi lantaran harga realisasi rerata pengiriman nikel matte yang lebih rendah. Tahun 2020, harga nikel dalam matte mencapai US$10.498 per ton, lebih rendah dari tahun sebelumnya US$10.855 per ton.
Saat bersamaan, beban pokok pendapatan berhasil ditekan. Hal itu terjadi lantaran harga bahan bakar dan batu bara yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Vale yang sahamnya baru saja didivestasi dan diserap oleh Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum ini telah memproduksi 72.237 metrik ton nikel dalam matte pada 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- Tandingi Telkomsel dan Indosat, Smartfren Segera Luncurkan Jaringan 5G
- Bangga! 4,8 Ton Produk Tempe Olahan UKM Indonesia Dinikmati Masyarakat Jepang
Sementara itu, kas dan setara kas per 31 Desember mencapai US$388,7 juta setara Rp5,45 triliun. Posisi itu meroket 178% dari akhir tahun sebelumnya US$139,6 juta setara Rp1,9 triliun.
“Vale akan terus melakukan kontrol yang hati-hati atas pengeluaran untuk menjaga ketersediaan kas,” kata Chief Financial Officer (CFO) Vale Indonesia Bernardus Irmanto.
Sepanjang 2020, INCO sudah mengeluarkan belanja modal (capital expenditure/capex) US$152,1 juta setara Rp2,1 triliun. Jumlah capex itu turun dari tahun sebelumnya US$166,6 juta.
Per 31 Desember 2020, saham INCO digenggam oleh VCL (43,79%), Inalum (20%), Sumitomo Metal Mining Co Ltd (15,03%), Vale Japan Limited (0,55%), Sumitomo Corporation (0,14%) dan publik (20,49%).
Dari pasar modal, saham INCO pada perdagangan Kamis, 25 Februari 2021, ditutup stagnan di level Rp6.300 per lembar. Kapitalisasi pasar saham INCO mencapai Rp62,59 triliun dengan imbal hasil 157,14% dalam setahun terakhir. (SKO)