Ilustrasi rice cooker (Lottemart).
Transportasi dan Logistik

Lagi Krisis Beras, Ekonom Sebut Program Rice Cooker Gratis Perlu Dikaji Ulang

  • Bantuan pemerintah berupa rice cooker atau alat penanak nasi gratis menimbulkan pro kontra. Bantuan ini dianggap tak sesuai ditengah krisis beras yang sedang melanda Indonesia.

Transportasi dan Logistik

Debrinata Rizky

JAKARTA - Bantuan pemerintah berupa rice cooker atau alat penanak nasi gratis menimbulkan pro kontra. Bantuan ini dianggap tak sesuai ditengah krisis beras yang sedang melanda Indonesia.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengungkapkan, beras sebagai makanan pokok mayoritas penduduk Indonesia, bukan hanya sekedar komoditas, tetapi juga representasi dari stabilitas ekonomi dan kesejahteraan sosial masyarakat.

"Ketika pemerintah memutuskan untuk membagikan rice cooker sebagai bagian dari upaya optimalisasi penggunaan listrik dan promosi energi bersih, niat baik tersebut patut diapresiasi. Namun, dalam konteks saat ini, kebijakan tersebut tampak kurang sinkron dengan realitas yang dihadapi masyarakat. PLN memang beberapa waktu lalu mengalami kelebihan pasokan listrik, tetapi apakah saat ini adalah waktu yang tepat untuk fokus pada isu tersebut?" katanya dilansir Rabu, 11 Oktober 2023.

Achmad menyoroti krisis beras yang melanda menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara kebijakan yang diambil dengan kebutuhan nyata masyarakat. Di mana Indonesia sebagai negara agraris, seharusnya mampu memastikan ketersediaan beras bagi seluruh rakyatnya. Kenaikan harga beras dan kelangkaan stok menunjukkan adanya kegagalan dalam manajemen pasokan dan distribusi.

Dalam situasi saat ini, yang paling mendesak adalah memastikan ketersediaan beras dan stabilitas harga bagi masyarakat. Program rice cooker, sebaiknya ditinjau kembali dan disesuaikan dengan prioritas kebutuhan rakyat saat ini.

Kebijakan Bagi-bagi Rice Cooker Perlu Dikaji

Pertama, harus diimbangi subsidi listrik agar tidak jadi beban masyarakat. pasalnya kebijakan pemerintah untuk membagikan rice cooker dengan tujuan optimalisasi penggunaan listrik memang memiliki dampak ganda. Di satu sisi, program ini dapat meningkatkan konsumsi listrik di sektor rumah tangga.

Di sisi lain, ini dapat memberikan beban tambahan bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di kelompok ekonomi menengah ke bawah, mengingat biaya listrik yang mungkin meningkat akibat penggunaan alat tersebut.

Alasan kedua, meskipun rice cooker mungkin lebih efisien dari segi konsumsi energi dibandingkan dengan metode memasak tradisional, tetapi bagi sebagian masyarakat, kenaikan tagihan listrik, meskipun kecil, bisa menjadi beban. Subsidi dapat membantu meringankan beban ini.

Jika pemerintah ingin mendorong masyarakat untuk beralih ke metode memasak yang lebih ramah lingkungan, maka memberikan insentif berupa subsidi bisa menjadi cara untuk meningkatkan adopsi alat tersebut.

Pemerintah dirasa Achmad harus bisa belajar dari program sebelumnya, di mana program bagi-bagi rice cooker dan program konversi motor listrik, di mana ada risiko bahwa jika program baru ini diluncurkan sementara program sebelumnya belum mencapai target, keduanya mungkin tidak mencapai hasil yang diharapkan.

Ini bisa berdampak pada kepercayaan publik terhadap inisiatif pemerintah dan juga pada efektivitas kebijakan energi bersih secara keseluruhan.