<p>Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. / Facebook @smindrawati</p>
Industri

Lagi, Pelebaran Defisit APBN 2020 Bakal Direvisi Jadi 6,27%

  • Pemerintah akan kembali merevisi defisit APBN 2020 dari sebelumnya 5,07% dalam Peraturan Presiden (Perpres) menjadi Rp1.028,5 triliun setara 6,27% dari produk domestik bruto (PDB).

Industri
Sukirno

Sukirno

Author

Pemerintah akan kembali merevisi defisit APBN 2020 dari sebelumnya 5,07% dalam Peraturan Presiden (Perpres) menjadi Rp1.028,5 triliun setara 6,27% dari produk domestik bruto (PDB).

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan revisi Perpres Nomor 54 Tahun 2020 tentang tentang Perubahan Postur APBN 2020 menyangkut pelebaran defisit menjadi 6,27% akan dibahas dengan Komisi XI DPR pada Selasa, 26 Mei 2020.

“Sehingga dari hasil konsultasi DPR itu menjadi basis pemerintah menetapkan revisi Perpres 54 tahun 2020 lebih komprehensif dan solid,” kata dia dalam keterangan pers secara virtual di Jakarta, Rabu, 20 Mei 2020.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menambahkan bahwa pemerintah menyiapkan detail termasuk belanja kementerian, lembaga, dan non kementerian lembaga serta transfer ke daerah.

“Melihat kondisi ekonomi terkini termasuk potensi penerimaan perpajakan dan belanja negara, defisit melebar jadi Rp1.028,5 triliun atau 6,27% dari PDB,” katanya.

Angka tersebut lebih besar dari defisit APBN 2020 yang ditetapkan sebesar 5,07% atau Rp852,9 triliun. Padahal, pemerintah baru merilis Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang merevisi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengatur batas defisit maksimum 3% dari PDB.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pelebaran defisit fiskal itu dilakukan dalam program pemulihan ekonomi nasional mengingat pendapatan negara yang turun.

Dalam outlook APBN 2020, Menkeu menyebutkan pendapatan negara diperkirakan berkurang Rp69,3 triliun, dari Rp1.760,9 dalam Perpres 54 tahun 2020 menjadi Rp1.691,6 triliun.

“Karena begitu banyak insentif pajak yang diberikan dari pelemahan ekonomi di semua sektor,” katanya.

Sedangkan, pemerintah menambah belanja negara mencapai Rp106,3 triliun yakni tambahan subsidi untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Rp34,2 triliun dan diskon listrik diperpanjang menjadi enam bulan Rp3,5 triliun.

Kemudian, bansos tunai diperpanjang hingga Desember 2020 dengan bantuan menjadi Rp300.000 per bulan sehingga total sebesar Rp19,62 triliun dan cadangan stimulus Rp60 triliun.

“Untuk bisa mendanai defisit sebesar 6,27% atau Rp1.028.5 triliun dilakukan melalui pembiayaan dan pengadaan surat berharga yang sudah diatur dalam Perppu dan SKB antara Kemenkeu dan Bank Indonesia,” katanya.

Presiden Joko Widodo baru saja meneken Perpres 54/2020 tentang Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020 pada 3 April 2020.

Dalam Perpres tersebut, perubahan terjadi pada pos pendapatan, belanja, surplus atau defisit anggaran, hingga pembiayaan anggaran. Pendapatan negara yang semula diasumsikan mencapai Rp2.233,2 triliun, kini susut 21,1% menjadi Rp1.760,88 triliun.

Pendapatan negara bersumber dari penerimaan perpajakan yang diperkirakan sebesar Rp1.462,62 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp297,75 triliun, dan penerimaan hibah Rp498,74 triliun. Sementara belanja negara yang semula dipatok di angka Rp2.540,4 triliun, kini naik 2,88% menjadi Rp2.613,81 triliun.

Kemudian, pembiayaan anggaran membengkak 180,9% dari Rp307,2 triliun menjadi Rp862,93 triliun. Anggaran belanja pemerintah pusat ini sudah termasuk tambahan belanja untuk penanganan pandemi corona mencapai Rp255,11 triliun. (SKO)