Lagu Lama Tapi Kaset Baru, Perbedaan PSBB Jilid 1 dan 2
Mulai Senin, 14 September 2020, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) lebih ketat. Ada sejumlah perbedaan ketentuan antara PSBB jilid dua dengan yang awal diberlakukan pada April lalu.
Nasional
JAKARTA – Mulai Senin, 14 September 2020, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) lebih ketat. Ada sejumlah perbedaan ketentuan antara PSBB jilid dua dengan yang awal diberlakukan pada April lalu.
Anies menyampaikan PSBB jilid kedua ini bakal berlaku selama dua pekan hingga 27 September 2020. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pegub) Nomor 88 Tahun 2020. Diterbitkan kebijakan tersebut, sekaligus mengubah Pergub Nomor 33 tahun 2020 yang dirilis 9 April lalu.
Pergub Nomor 33 Tahun 2020 ini mengatur tentang kebijakan PSBB yang berlaku pada masa awal pandemi COVID-19. Saat itu, kegiatan masyarakat Ibu Kota sangat dibatasi untuk memutus mata rantai penyebaran virus tersebut.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Dengan adanya pergub baru, ketentuan selama PSBB jilid kedua ini ada perbedaan dengan yang diterapkan sebelumnya. Berikut ini perbedaan PSBB jilid kedua dengan PSBB awal masa pandemi.
1. Izin Ojek Online
Pada masa PSBB kali ini, Anies memperbolehkan ojek online alias ojol untuk mengangkut barang maupun penumpang. Hal inipun disambut baik oleh driver ojol. Pasalnya pada PSBB awal, ojol dilarang untuk membawa penumpang. Hal itu pun membuat pendapatan ojol sangat tertekan.
“Motor berbasis aplikasi diperbolehkan untuk mengangkut barang dan penumpang dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Detail dari aturan ini akan disusun melalui Surat Keputusan (SK) Dinas Perhubungan,” kata Anies dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu, 13 September 2020.
2. Operasional Mal
Perbedaan selanjutnya terlihat dari ketentuan untuk pusat belanja atau mal. PSBB yang berlaku mulai 14 September ini mengizinkan mal tetap beroperasi dengan jam operasional sebelumnya, yaitu pukul 10.00-21.00 WIB.
Hal ini jauh berbeda dengan kebijakan PSBB sebelumnya. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pada PSBB awal yang berlaku 10 April lalu, tidak mengizinkan pusat perbelanjaan atau mal untuk buka.
Pusat belanja tetap diizinkan untuk beroperasi sebagaimana sebelumnya. Kapasitas maksimum pengunjung mal adalah 50% yang berada dalam lokasi dalam waktu bersamaan.
Menurut Gubernur Anies, saat ini pasar dan mal telah menunjukkan kedisiplinan yang baik. Hal ini terlihat dari rendah jumlah kasus positif yang terjadi di area komersial itu.
3. Usaha Non-esensial
Pemprov DKI Jakarta memperbolehkan perusahaan swasta yang masuk dalam kategori non-esensial untuk beroperasi di kantor saat PSBB jilid dua. Perusahaan itu harus mengajukan izin terlebih dahulu untuk bekerja di kantor.
“Apabila sebagian pegawai harus bekerja di kantor, maka pimpinan tempat kerja wajib membatasi paling banyak 25 persen pegawai berada dalam tempat kerja dan dalam waktu bersamaan,” sebut Anies.
Hal ini berbeda dengan ketetapan pada masa PSBB jilid satu yang mewajibkan usaha non-esensial untuk mengatur mekanisme bekerja dari rumah untuk para pegawainya.
4. Rumah Ibadah
Perbedaan kebijakan juga berlaku untuk rumah ibadah. Saat PSBB awal, Anies menyampaikan bahwa seluruh kegiatan keagamaan di rumah ibadah di wilayah DKI Jakarta ditiadakan. Masyarakat saat itu hanya bisa beribadah dan menjalankan kegiataan keagamaan di rumah masing-masing.
Sementara pada PSBB jilid dua, Anies mengizinkan tempat ibadah di perumahan untuk beroperasi. “Tempat ibadah di lingkungan permukiman yang digunakan oleh warga dapat beroperasi dengan kapastitas 50 persen,” katanya.
Namun, untuk tempat ibadah yang dikunjungi masyarakat luas dan yang berlokasi di komplek maupun daerah zona merah harus ditutup. Misalnya, masjid raya akan ditutup operasionalnya.
5. Kendaraan Pribadi
Menurut Anies, Pemprov DKI Jakarta akan membatasi mobilitas penduduk. Untuk kendaraan pribadi roda empat hanya diperbolehkan membawa dua orang per baris kursi selama masa PSBB jilid dua ini.
“Kecuali bila kendaraan pribadi mengangkut keluarga yang berdomisili satu rumah. Tapi kalau tidak satu domisili, maka harus mengikuti ketentuan maksimal dua orang per baris,” ujar Anies.
Kebijakan ini berbeda dengan PSBB awal pandemi. Padal April lalu, Pemprov DKi Jakarta hanya mengizinkan kendaraan roda empat pribadi untuk mengangkut penumpang maksimal 50% dari kapasitas.
6. Surat Izin Keluar Masuk (SIKM)
Pemberlakuan surat izin keluar masuk (SIKM) juga menjadi salah satu hal yang membedakan antara PSBB masa awal pandemi dengan saat ini. Pada 10 April, Anies mengumumkan warga diharuskan membuat SIKM untuk bisa keluar masuk wilayah Jakarta.
Penggunaan SIKM ini juga diatur dalam Pergub Nomor 47 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Kegiatan Berpergian Keluar dan/atau Masuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19.
Namun pada PSBB jilid kedua, tidak ada penerapan SIKM seperti di masa PSBB awal. “Oh enggak, kalau mobilitas keluar dan lain-lain tidak (diberlakukan),” kata Anies.
7. Sanski berjenjang
Hal berbeda lainnya yaitu pengenaan sanksi berjenjang. Gubernur Anies akan menerapkan sanksi yang lebih berat dibandingkan sebelumnya. Denda akan berjumlah dua kali lipat lebih besar dibandingkan denda pertama.
“Denda sekarang berjenjang. Pelanggaran kedua dendanya akan lebih tinggi dari sebelumnya,” tegas Anies.
Anies mencontohkan, misalnya denda untuk tidak pakai masker. Pada pelanggaran pertama dikenakan denda senilai Rp250.000. Jika berulang denda itu menjadi Rp500.000 dan seterusnya.
Sementara, pada PSBB April ada tiga sanksi yang akan dikenakan kepada masyarakat yang tidak mengenakan masker.
Pertama adalah sanksi administrasi teguran tertulis, lalu sanksi kerja sosial berupa membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi. Kemudian yang terakhir adalah sanksi denda administratif paling sedikit Rp100.000 dan paling banyak Rp250.000. (SKO)