<p>Presiden Joko Widodo / Setneg.go.id</p>
Industri

Lahan Makin Sempit, Teknologi dan Investasi Kunci Tingkatkan Produksi Pangan

  • JAKARTA – Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan perluasan lahan bukanlah satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Pasalnya, faktor penyebab sulitnya perluasan lahan pertanian terwujud, salah satunya adalah gencarnya industrialisasi dan pembangunan infrastruktur. “Pemerintah seharusnya fokus pada peningkatan efisiensi lahan yang sudah ada, peningkatan […]

Industri
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan perluasan lahan bukanlah satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produksi pangan nasional.

Pasalnya, faktor penyebab sulitnya perluasan lahan pertanian terwujud, salah satunya adalah gencarnya industrialisasi dan pembangunan infrastruktur.

“Pemerintah seharusnya fokus pada peningkatan efisiensi lahan yang sudah ada, peningkatan kapasitas petani dan revitalisasi alat pertanian serta pabrik-pabrik yang sudah tua,” kata Felippa menukil dari laman resmi, Rabu, 13 Januari 2021.

Perubahan lain adalah jumlah penduduk yang terus meningkat. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia terjadi sangat cepat. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan populasi Indonesia akan mencapai 319 juta orang pada 2045.

Untuk itu, alih-alih memperluas lahan yang makin sempit, penggunaan alat-alat pertanian yang lebih efisien dan pembaharuan metode tanam sangat erat kaitannya dengan efisiensi produksi.

Penelitian International Rice Research Institute (IRRI) pada 2016 menemukan, rata-rata ongkos produksi beras di Indonesia sekitar Rp4.079 per satu kilogram beras. Nilai ini 2,5 kali lebih mahal dari Vietnam (Rp1.679), serta dua kali lebih mahal dari Thailand (Rp 2.291) dan India (2.306).

Biaya Produksi Lebih Mahal

Sementara, biaya produksi beras di Indonesia juga lebih mahal 1,5 kali dibandingkan dengan biaya produksi di Filipina (Rp 3.224) dan China (Rp 3.661).

Studi IRRI juga menunjukkan komponen dari ongkos produksi yang besar ini adalah sewa tanah (Rp1.719) dan biaya tenaga kerja (Rp1.115) untuk memproduksi satu kilogram beras tanpa sekam.

Produktivitas tenaga kerja yang rendah di Indonesia telah berkontribusi pada rendahnya daya saing sistem usaha tani padi dan telah berkontribusi pada kemiskinan di daerah pedesaan.

Hal ini lantaran penguasaan teknologi di kalangan petani juga belum menjadi sesuatu yang memasyarakat.

“Untuk itu, pemerintah seharusnya mendukung pengembangan teknologi pertanian dan mendorong peningkatan investasi untuk riset dan pengembangan.”