<p>Menteri BUMN Erick Thohir dan Wamen BUMN Kartika Widjoatmodjo serta Budi Gunadi Sadikin / Dok. Kementerian BUMN</p>
Korporasi

Lama Dinanti, Pembentukan BUMN Ultra Mikro Tinggal Tunggu Restu Jokowi

  • Pembentukan Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Ultra Mikro memasuki fase akhir. Menteri BUMN Erick Thohir menyebut pembentukan holding ini tinggal menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) oleh Presiden Joko Widodo.

Korporasi
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Pembentukan Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Ultra Mikro memasuki fase akhir. Menteri BUMN Erick Thohir menyebut pembentukan holding ini tinggal menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) oleh Presiden Joko Widodo.

“Progress pembentukan Holding BUMN Ultra Mikro baik, Sedang menunggu PP sebelum resmi terbentuk,” kata Erick dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Rabu, 2 Juni 2021.

Holding BUMN Ultra Mikro menjadi upaya pemerintah memberi akses layanan keuangan kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Holding ini melibatkan tiga perusahaan pelat merah, antara lain PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero).

Erick mendorong BRI untuk mengurangi porsi pembiayaan korporasi agar lebih banyak menjangkau kalangan UMKM. Menurut data BRI, pembiayaan korporasi di BRI mencapai 40% dari total kredit.

Erick meminta porsi pembiayaan korporasi di BRI menyusut jadi 18% saja usai Holding BUMN Ultra Mikro terbentuk. Selain itu, suku bunga kredit UMKM bakal coba ditekan Erick Thohir melalui skema di BUMN Ultra Mikro ini.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah optimis BUMN Ultra Mikro bisa membawa rasio kredit UMKM Indonesia melesat. Targetnya, rasio kredit UMKM bisa mencapai 30% pada 2024.

Sementara itu rasio kredit UMKM hingga 2020 masih berada di angka 19,7%. Capaian saat Indonesia saat ini masih tertinggal dibandingkan Singapura (39%), Malaysia (50%) Thailand (51%), Jepang (66%), serta Korea Selatan (82%).

Rendahnya penyaluran dana perbankan kepada UMKM salah satunya disebabkan minimnya akses pelaku UMKM terhadap layanan perbankan.

Fokus Membidik UMKM

BRI menjadi anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang semakin fokus membidik segmen UMKM. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, emiten berkode BBRI ini tercatat telah menyalurkan kredit UMKM sebesar Rp736,8 triliun pada kuartal I-2021.

Perusahaan paling bernilai di Indonesia versi Forbes ini secara keseluruhan menyalurkan kredit sebesar Rp914,19 triliun. Meski begitu, Erick Thohir ngotot untuk memperluas jangkauan pembiayaan UMKM BRI usai BUMN Ultra Mikro terbentuk.

Pengamat BUMN Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Toto Pranonto mengatakan konsolidasi 3 perusahaan pelat merah bisa berimplikasi positif untuk kestabilan pelaku UMKM.  Toto pun mendorong pembentukan BUMN Ultra Mikro segera dilakukan agar semakin banyak pelaku UMKM yang bisa mengakses layanan keuangan.

“Konsolidasi tiga BUMN yang bergerak di segmen market yang berhimpitan ini akan jauh lebih efektif dan efisien saat mereka bisa bersinergi semua sumber daya yang dimiliki,” kata Toto dalam keterangan tertulis, Selasa, 1 Juni 2021.

Tidak hanya itu, Holding BUMN Ultra Mikro diklaim bisa menjangkau ke sektor usaha yang selama ini minim dukungan keuangan perbankan.

“Holding akan mampu menjaga kestabilan. Namun, dalam jangka panjang proses empowering sektor usaha mikro dan kecil akan lebih powerful,” ujar Toto.

Holding BUMN Ultra Mikro yang digodok Erick ini sudah lama dinanti.  Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi mengatakan sudah tidak sabar menunggu kinerja Holding mengungkit layanan keuangan UMKM di Indonesia.

“Komisi XI mendorong pemerintah melakukan langkah-langkah secepatnya dalam mewujudkan holding mikro ini dengan aksi-aksi korporasi dan aksi manajemen yang diperlukan,” ujar Fathan melalui keterangan tertulis beberapa waktu lalu.

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga diketahui telah memberi izin pembentukan Holding Ultra Mikro ini, Komite ini terdiri dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).