Laptop Chromebook buata PT Zyrexindo Mandiri Buana Tbk (ZYRX) dengan merek Zyrex / Dok. Zyrex
Nasional

Kontroversi Laptop untuk Sekolah (Serial 1): Spek Tanggung, Mubazir Anggaran

  • Ternyata, PT Zyrexindo Mandiri Buana Tbk (ZYRX) lewat merek ZYREX siap memproduksi laptop yang masuk dalam pengadaan Kemendikbudristek tahun 2021-2024 untuk 1,3 juta unit senilai total Rp17 triliun.
Nasional
Laila Ramdhini

Laila Ramdhini

Author

Digitalisasi di sektor pendidikan menjadi semakin mendesak saat aturan sekolah di rumah diterapkan akibat pandemi. Pemerintah pun terlihat mengejar ketertinggalan dalam menyediakan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung ‘sekolah online’.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan program pengadaan barang termasuk laptop untuk sekolah. Untuk mendukung program ini, anggaran senilai total Rp3,7 triliun disiapkan pada 2021 yang terdiri dari dua alokasi. 

Pertama, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke Kemendikbudristek senilai Rp1,3 triliun. Kedua, anggaran disiapkan lewat Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik senilai Rp2,4 triliun

“Di tahun 2021, program ini berjalan, digitalisasi di jenjang PAUD, SD, SMP, SMA. Kita akan kirimkan 190.000 laptop ke 12.000 sekolah dengan anggaran Rp1,3 triliun, dan 100 persen dibelanjakan laptop produk dalam negeri,” ujar Mendikbudristek Nadiem Makarim, dalam dalam keterangan yang diterima, Minggu, 1 Agustus 2021.

Adapun dana APBN sebesar Rp1,3 triliun ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan 12.674 sekolah mulai dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SLB. APBN ini dikucurkan untuk pembelian 189.840 laptop, 12.674 access point, 12.674 konektor, 12.674 proyektor, dan 45 speaker. Adapun pemilihan produk dan merek dari masing-masing kebutuhan merujuk pada pilihan yang ada pada e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Sementara, DAK Fisik sebesar Rp2,4 triliun ini akan dipakai untuk membeli 284.147 laptop produksi dalam negeri dengan sertifikat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Termasuk peralatan pendukungnya seperti 17.510 wireless router, 10.799 proyektor dan layarnya, 10.799 konektor, 8.205 printer, dan 6.527 scanner. Seluruhnya akan disalurkan bagi 16.713 sekolah.

Anggaran ini telah diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021.

“Pengadaan barang TIK untuk digitalisasi pendidikan ini mendukung produk dalam negeri (PDN) sehingga sejalan dengan program pemerintah agar kita menjadi penggerak kemajuan negeri kita sendiri,” ujar Kepala Biro Perencanaan Kemendikbudristek Samsuri, dalam keterangannya.

Lebih lanjut, Samsuri menjelaskan setiap pihak yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan pengadaan barang/jasa ini wajib mengikuti proses lelang untuk kemudian bisa terdaftar dan menyediakan produk dalam e-katalog sesuai standar LKPP.

Selain itu, pihak industri TIK dalam negeri yang akan berpartisipasi untuk menyediakan produk TIK juga harus berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian sehingga produknya memenuhi ketentuan TKDN.

Spesifikasi laptop sesuai dengan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021

Di sisi lain, program bantuan laptop ini juga berbeda dengan laptop Merah Putih. Namun demikian, Samsuri menjelaskan Kemendikbudristek mendorong produksi laptop Merah Putih melalui konsorsium perguruan tinggi yaitu Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Teknologi Sepuluh November, dan Universitas Gadjah Mada. 

Konsorsium tersebut telah menyiapkan peta jalan, desain produk, dan akan terlibat penuh dalam produksi laptop bersama dengan industri mulai tahun 2022. Selain itu pelajar SMK dan mahasiswa perguruan tinggi vokasi akan dilibatkan pada kegiatan perakitan hingga pascapenjualan.

Produsen Lokal Unjuk Gigi

Sesuai dengan pernyataan Nadiem, pengadaan laptop untuk sekolah ini bakal jadi berkah buat vendor dalam negeri.

Produsen komputasi asal Indonesia, PT Zyrexindo Mandiri Buana Tbk (ZYRX) pun menjadi salah satu pemenang lelang pengadaan laptop tersebut. Perusahaan pemegang merk Zyrex ini mendapat kontrak senilai Rp700 miliar untuk 165.000 unit laptop pada 2021.

“Untuk tahun ini kami siap menyediakan laptop dengan spesifikasi produk yang sudah ditentukan di LKPP,” ujar Corporate Secretary Zyrexindo Mandiri Buana Evan Jordan, kepada TrenAsia.com, Minggu, 1 Agustus 2021.

Lebih jauh, Evan juga menyatakan ZYREX siap memproduksi laptop yang masuk dalam pengadaan Kemendikbudristek tahun 2021-2024 untuk 1,3 juta unit senilai total Rp17 triliun. Pada tahun ini, utilisasi produksi Zyrex juga mencapai 317.000 unit, sehingga masih bisa menyuplai kebutuhan DAK di tingkat provinsi, kebupaten dan kota.

Sementara, Zyrex baru saja menambahkan empat lini produksi perakitan sehingga kini berjumlah delapan lini produksi. Dengan demikian, emiten berkode saham ZYRX ini mempunyai kapasitas produksi melebihi 430.000 laptop per tahun. Seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan peralatan TIK 2021 di Kemendikbudristek dan yang melalui DAK pendidikan.

Persaingan Harga dan Produk

Jika melihat aturan LKPP yang menetapkan jenis laptop Chromebook dengan software OS Chrome, maka produk laptop Zyrex yang sesuai yakni Zyrex Chromebook 360-1, Zyrex Chromebook M432-2, dan Zyrex Chromebook M432-1.

Dengan nilai kontrak sebesar Rp700 miliar untuk 165.000 unit laptop, maka harga laptop Zyrex untuk program ini berkisar Rp4,2 juta per unit.

Perhitungan ini sekaligus bisa menjawab warganet yang belakangan resah karena menganggap ada permainan anggaran. Di media sosial, orang berasumsi bahwa, dengan anggaran DAK Fisik Rp2,4 triliun untuk 284.000 unit, berarti harga laptop untuk proyek ini mencapai Rp10 juta per unit.

Selain Zyrex, sebetulnya memang banyak produsen di dalam maupun luar negeri yang memproduksi laptop Chromebook. Pemain global seperti Acer dan Asus sudah lebih dulu meluncurkan produk serupa. Sementara, pabrikan nasional Axioo dan Advan tak ketinggalan memasarkan laptop dengan OS Chrome tersebut.

Consumer Marketing Manager & Corporate PR Acer Indonesia Anandita Puspitasari mengungkapkan Acer memiliki empat produk Chromebook di pasar. Keempat produk tersebut adalah Acer Chromebook 311 C733T, Acer Chromebook 311 C733, Acer Chromebook Spin 511 R752T, dan Acer Chromebook 311 CB311-9HT.

“Acer sebagai salah satu pelaku industri TIK dalam penyediaan perangkat komputasi di Tanah Air, mendukung program pemerintah melalui kehadiran empat Chromebook. Keempat produk itu semuanya telah bersertifikasi TKDN,” kata Anandita, kepada TrenAsia.com, Minggu, 2 Agustus 2021.

Anandita menerangkan Chromebook menjadi rangkaian pertama dari perangkat Acer yang telah memenuhi sertifikasi TKDN. Fitur dan performanya sudah disesuaikan untuk kebutuhan pendidikan di Indonesia. Produsen laptop asal Tiongkok ini juga turut membidik program-program yang dilepas pemerintah.

“Langkah ini sekaligus menjadi bentuk ikut serta Acer dalam menyukseskan program Merdeka Belajar,” kata dia.

Jika ingin mengadu Zyrex dan Acer, paling tepat adalah dengan membedah ACER Chromebook 311 dan ZYREX Chromebook M432-2. Kedua produk dengan operating system Chrome ini memiliki spesifikasi yang sangat mirip.

Laptop dengan layar 11,6 inch HD tersebut ditargetkan untuk pelajar dengan penggunaan yang fokus dan terbatas. Dapur pacu kedua produk ini didukung prosesor Intel, RAM DDR4 4GB, dan storage 32GB eMMC. Konektivitas dilengkapi WiFi dan Bluetooth.

Di lapak e-commerce, laptop Acer Chromebook 311 C733T dipasarkan dengan kisaran harga Rp4,5 juta hingga Rp5,5 juta per unit.

Keandalan Chromebook dan Mubazir Anggaran

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
 

Chromebook adalah jenis komputer baru yang dirancang untuk menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat dan mudah. Chromebook menjalankan Chrome OS, sistem operasi dengan penyimpanan cloud. OS ini memiliki fitur bawaan dari Google serta punya keamanan berlapis.

Banyak yang mengidentikan Chromebook seperti tablet atau ponsel. Sebab, laptop ini memang memiliki spesifikasi yang rendah dibandingkan laptop dengan OS Windows bahkan iOS.

Laptop Chromebook biasanya punya spesifikasi minimal prosesor Intel Celeron Series atau MediaTek, RAM 2 GB atau 4 GB, memori penyimpanan 64 GB, dan Layar HD. Dengan spek rendah itu pun, laptop ini bisa berjalan baik. Multitasking juga tetap lancar tanpa harus mengalami gangguan atau lag yang berarti.

Namun, kekurangannya yakni laptop Chromebook bergantung pada koneksi internet. Sebab, laptop ini dirancang untuk selalu terhubung ke internet untuk penggunaan yang lebih maksimal.

Tentu saja, ini cukup merepotkan bagi pengguna Chromebook yang berada di area jaringan internet yang buruk. Apabila pengguna tidak terhubung ke internet atau jaringannya lambat, berarti banyak aplikasi yang tidak akan berfungsi, termasuk layanan Google yang butuh akses ke internet. Belum lagi, kalau pengguna menyimpan data-data pentingnya di Google Drive. 

Peneliti ICT Indonesia Heru Sutadi mengatakan program pengadaan laptop yang juga bertujuan untuk memajukan industri komputer Tanah Air harus didorong. Namun demikian, praktik di lapangan perlu diwaspadai untuk menghindari permainan anggaran.

Menurut Heru, dalam pengadaan TIK, keandalan produk menjadi hal yang paling penting. Jangan sampai, ketersediaan laptop nantinya justru tidak menjawab kebutuhan teknis proses belajar mengajar maupun pekerjaan administrasi pendidikan.

“Jadi kita jangan terpengaruh dengan slogan Laptop Merah Putih, tapi tetap kawal proyek ini,” kata dia kepada TrenAsia.com.

Heru menuturkan laptop dengan OS Chrome memiliki keunggulan lebih ramah dengan aplikasi berbasis Android maupun tersedia di Google Play Store. Namun demikian, tidak semua aplikasi bisa digunakan secara maksimal karena keterbatasan spek dan memorinya yang lebih mirip ponsel atau tablet.

“Kemudian kalau laptop ini dipakai untuk sekolah, akan terkendala dalam menggunakan aplikasi seperti Microsoft Office,” ujar dia.

Melihat proses pengadaan laptop sekolah tersebut, barangkali persoalannya memang bukan persaingan produsen luar versus dalam negeri. Bukan pula adu spesifikasi dan harga untuk produk sejenis. Namun, apakah aturan dalam pengadaan barang yang sudah ditetapkan Kemendikbudristek sesuai dengan kebutuhan?

Pengadaan laptop ini saja tampaknya jadi sinyal bahwa pemerintah masih setengah-setengah dalam mengejar ketertinggalan infrastruktur TIK di sektor pendidikan.

Artikel ini merupakan serial laporan khusus yang akan bersambung terbit berikutnya berjudul “Kontroversi Laptop untuk Sekolah."