Laudato Si dan Dorongan Agar Gereja Tak Tergoda Izin Tambang
- Dorongan moral tersebut tak lepas dari Laudato Si, sebuah ensiklik Paus Fransiskus yang memusatkan perhatian dan keprihatinan gereja pada kelangsungan bumi sebagai rumah bersama.
Nasional
JAKARTA—Kebijakan pemerintah memberikan izin bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang menjadi sorotan baru publik belakangan. Sejumlah ormas seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah hingga Persekutan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) pun telah bersuara.
Hingga kini, rata-rata ormas keagamaan menyambut baik pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk mereka. Kebijakan itu dinilai sebagai terobosan yang perlu diapresiasi karena dapat membantu pendanaan kegiatan ormas.
Di sisi lain, ada pula yang tidak sepakat dengan pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan. Salah satunya adalah aktivis Katolik asal Wonosari, Jogja, FX Endro Guntoro. Dia mewanti-wanti Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) sebagai induk gereja Katolik tidak tergoda izin tambang.
Lelaki yang bergiat di Gereja Katolik Paroki Santo Petrus Wonosari itu mengatakan pertambangan belakangan ini penuh masalah dan justru mengancam kelangsungan dunia.
Hal itu, imbuhnya, tak sesuai dengan ajaran Katolik. “Pertambangan sangat kompleks, apalagi akhir-akhir ini. Itu berpotensi memicu pertentangan di kalangan umat Katolik,” ujar Endro belum lama ini.
Dorongan moral tersebut tak lepas dari Laudato Si, sebuah ensiklik Paus Fransiskus yang memusatkan perhatian dan keprihatinan gereja pada kelangsungan bumi sebagai rumah bersama.
Tobat Ekologis
Tobat ekologis yang dicetuskan pada 24 Mei 2015 itu berisi prinsip-prinsip teologi tentang tanggung jawab lingkungan yang dilakukan untuk mengatasi krisis ekologi. Laudato Si bisa juga diartikan sebagai transformasi hati dan pikiran menuju cinta yang lebih besar terhadap Tuhan, sesama, dan ciptaan.
Endro mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, seluruh paroki gencar mewujudkan isi ensiklik tersebut. “Kami mendukung KWI untuk cermat, berhati-hati dan menyatakan sikap tegas tidak ambil jatah IUP tambang,” ujarnya.
Endro menilai tambang tidak menjadi kebutuhan bagi kelangsungan gereja Katolik. Dia mengurai isi ensiklik Paus Fransiskus pada bab pertama yang menyebut dampak aktivitas penambangan mengancam berbagai sektor kehidupan, baik ekosistem dan sumber ekologi bagi kelangsungan kehidupan.
Menurut Endro, pemimpin umat Katolik sedunia saat ini menaruh perhatian dalam menjaga kelangsungan bumi. Seluruh paroki di Indonesia, imbuhnya, dengan beragam program menciptakan bumi yang hijau dan teduh sebagai rumah bersama.
“Jangan sampai umatnya gigih mengembalikan keutuhan bumi sebagai rumah bersama untuk seluruh makhluk Tuhan, tapi institusinya justru ikut menyumbang kerusakan bumi dengan jatah IUP tambang,” cetus Endro.
Sejauh ini KWI belum memberikan pernyataan resmi soal jatah izin tambang dari pemerintah. Sementara itu, Persekutan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), organisasi yang menaungi gereja protestan di RI, mengapresiasi langkah yang diambil Presiden Joko Widodo.
Mereka melihat setidaknya dua hal dari tindakan Presiden ini. Pertama, komitmen Presiden untuk melibatkan sebanyak mungkin elemen masyarakat dalam mengelola kekayaan negara. Kedua, penghargaan Presiden terhadap ormas keagamaan yang sejak awal telah berkontribusi dalam pembangunan negeri.
Baca Juga: APBI Soroti Kemampuan Ormas Kelola Tambang
Namun demikian, PGI juga menggarisbawahi agar ormas keagamaan tidak mengabaikan fungsi utamanya yakni membina umat. Selain itu, penting untuk memastikan ormas keagamaan tidak terperangkap dalam mekanisme pasar. “Harus dijaga agar ormas keagamaan itu tidak tersandera rupa-rupa sebab sampai kehilangan daya kritis dan suara profetisnya,” ujar Ketua Umum PGI, Gomar Gultom.
Lebih lanjut, PGI menilai keterlibatan ormas keagamaan dalam pengelolaan tambang, jika dikelola dengan baik, seharusnya dapat menjadi titik terang dan contoh di masa depan dalam pengelolaan tambang yang ramah lingkungan.
Diketahui, Presiden Jokowi resmi meneken aturan yang memberi izin bagi ormas keagamaan untuk mengelola lahan tambang di Indonesia. Beleid itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Regulasi baru ini menyertakan pasal 83A yang memberikan kesempatan organisasi keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). “Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan,” tulis Pasal 83A (1) PP 25/2024, dikutip Selasa.
Sesuai Pasal 83A (2) PP 25/2024, WIUPK merupakan wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Pasal 83 (3) beleid yang sama mengatur IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan menteri.
“Kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali,” sambung Pasal 83 (4) PP 25/2024.