Lawan Uni Eropa, Prancis Ingin Tentukan Tarif Listriknya Sendiri
- Komentar Macron meningkatkan prospek bahwa Paris dapat memperkenalkan mekanisme harganya sendiri jika tidak berhasil dalam pembicaraan Uni Eropa.
Dunia
JAKARTA - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan pemerintahannya akan mengambil kembali kendali atas harga listrik hingga akhir tahun. Namun Macron belum menjelaskan langkah konkret dari kebijakannya tersebut.
Sikap tersebut muncul saat negara-negara Uni Eropa sedang bernegosiasi tentang bagaimana harga listrik dihitung di seluruh blok 27 negara, yang semuanya menghadapi tantangan untuk beradaptasi dengan goncangan pasokan akibat perang di Ukraina.
Dua sumber yang mengetahui posisi Prancis mengatakan komentar Macron meningkatkan prospek bahwa Paris dapat memperkenalkan mekanisme harganya sendiri jika tidak berhasil dalam pembicaraan Uni Eropa yang dapat mencapai puncaknya pada bulan Oktober.
Macron, yang pemerintahannya telah melakukan nasionalisasi penuh terhadap perusahaan utilitas listrik EDF, yang mengoperasikan 56 reaktor nuklir di Prancis, telah memutuskan untuk menguatkan lagi penggunaan energi nuklir. Energi itu telah lama menyediakan lebih dari dua pertiga listrik Prancis.
Dia mengumumkan tahun lalu bahwa Prancis akan membangun enam reaktor nuklir EPR raksasa baru selama beberapa dekade mendatang. Ini menjadikannya sebagai sumber energi bebas karbon yang akan membantu Prancis memenuhi tujuan iklim, melakukan industrialisasi ulang, dan mengamankan listrik murah.
- Tesla Laporkan Penjualan, Saham Langsung Turun
- Menkeu Jepang Angkat Bicara Soal Intervensi Pasar Valuta Asing
- BCA Rilis Paylater, Ini Syarat dan Cara Pengajuan di MyBCA
Saat mengumumkan rencana lingkungan berkelanjutan selama beberapa tahun pada tanggal 25 September, Macron mengungkapkan kabar mengejutkan bahwa pemerintahannya akan “mengambil alih kendali” atas harga listrik, Ini membuat gelombang di Brussels di mana negara-negara Uni Eropa sedang bernegosiasi mengenai reformasi kebijakan listrik baru.
“Ada satu poin yang sangat penting bagi daya saing kita, dan kami akan mengumumkannya pada Oktober, yaitu mengambil alih kendali atas harga listrik,” ujar Macron.
“Kami akan dapat mengumumkan harga listrik yang sesuai dengan tingkat daya saing kami pada bulan Oktober,” katanya, sambil menambahkan ini akan berlaku untuk rumah tangga dan bisnis. “Pada akhir tahun, kita akan mendapatkan kembali kendali atas harga listrik di tingkat Prancis dan Eropa,” katanya.
Komentar Macron muncul ketika Prancis sedang terlibat dalam pertarungan dengan Jerman mengenai peran energi nuklir dalam sejumlah undang-undangan yang dinegosiasikan di tingkat Uni Eropa dengan Komisi Eropa dan 25 mitra Uni Eropa mereka.
Jerman, yang memutuskan untuk menghentikan energi nuklir setelah bencana Fukushima di Jepang pada tahun 2011, menutup pembangkit nuklir terakhirnya pada bulan April dan mendorong legislasi Uni Eropa yang mendukung energi terbarukan daripada nuklir.
Tapi, pejabat Prancis mengatakan Jerman sedang melemahkan kekuatan tradisional Prancis karena khawatir listrik nuklir murah dapat memberikan keunggulan bersaing bagi perusahaan Prancis dibandingkan dengan perusahaan Jerman.
Pejabat Jerman menuduh Prancis ingin menuangkan miliaran subsidi ke juara nasional—EDF—dengan mengorbankan pesaing Eropa. Pejabat Prancis mengatakan pembayar pajak Prancis telah memperoleh keunggulan kompetitif dengan berinvestasi dan membayar armada pembangkit nuklir, yang sekarang diamortisasi sepenuhnya dan membawa uang tunai ke EDF.
Mengapa Masalah Ini Muncul Sekarang?
Di bawah sistem saat ini, yang disebut harga marjinal, harga listrik di Eropa terkait dengan aset pembangkit daya yang paling mahal. Artinya, mereka efektif terkait dengan harga gas yang melonjak setelah Rusia memotong pasokan sebagai pembalasan atas sanksi Barat terkait invasi Ukraina.
Prancis mengatakan ini tidak adil. Ini karena bisnis dan konsumen Prancis membayar harga listrik yang tidak terlalu berhubungan dengan pasokan energi Prancis, yang tidak bergantung pada gas.
“Saya telah memberi tahu teman dan mitra Jerman kami,” kata Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire kepada para pemimpin bisnis minggu lalu. “Nuklir adalah garis merah mutlak bagi pemerintah Prancis.”
“Negara kita memiliki hak untuk membayar listrik dengan biaya produksi rata-rata dan tentu saja bukan dengan biaya marjinal dari pembangkit listrik tenaga gas terbaru di Eropa Timur.”
Komentar Macron pada dasarnya merupakan ancaman untuk bergerak sendiri jika reformasi listrik Uni Eropa tidak memberikan apa yang diinginkan oleh Prancis, yaitu harga listrik yang mencerminkan keunggulan bersaing dari armada nuklirnya.
Pejabat Prancis meyakini sistem saat ini memberikan Prancis alat hukum untuk merancang sistem dengan kontrak-kontrak antara EDF dan konsumen melalui berbagai metode yang dikenal sebagai Contracts for Difference atau Power Purchasing Agreements.
Secara teori, Prancis bisa pergi ke Komisi Eropa dan bernegosiasi secara bilateral untuk sistem sendiri, seperti yang dilakukan Semenanjung Iberia. Tapi, hal itu memiliki kelemahan. “Jika dilihat dari perspektif Uni Eropa, hal seperti ini akan menimbulkan banyak kebisingan tambahan,” tulis analis Rystad.
“Ini juga dapat mengirimkan sinyal ke negara-negara lain bahwa mungkin baik-baik saja untuk ‘mengejar solusi satu negara’ alih-alih tujuan reformasi pasar Uni Eropa untuk seluruh wilayah.” Prancis dan negara lain masih berusaha mencari kompromi dalam reformasi Uni Eropa, menjelang pertemuan menteri energi Uni Eropa pada 17 Oktober.
Prancis—didukung oleh Bulgaria, Kroasia, Ceko, Hungaria, Polandia, Rumania, Slovakia, dan Slovenia—menolak upaya beberapa negara untuk menerapkan kontrol yang lebih ketat atas bantuan negara di masa depan untuk pembangkit listrik.
Jerman, yang biasanya didukung oleh negara anti-nuklir seperti Luksemburg dan Austria, sedang bekerja secara terpisah pada proposalnya sendiri yang belum disampaikan kepada Spanyol, yang saat ini memegang kursi presiden rotatif Uni Eropa.