Lebanon Bakal Cabut Subsidi BBM untuk Warganya
JAKARTA – Mentri Energi Libanon, Raymond Ghanjar mengatakan akan mencabut subsidi BBM yang selama ini telah diberikan oleh masyarakat. Sebelumnya, pemerintah Libanon memberikan subsidi BBM pada warganya selama kurang lebih satu setengah tahun sebelum akhirnya memutuskan untuk tak lagi memberikannya. “Kita harus membiasakan diri dan yakin bahwa subsidi yang kita manfaatkan selama satu atau satu […]
Dunia
JAKARTA – Mentri Energi Libanon, Raymond Ghanjar mengatakan akan mencabut subsidi BBM yang selama ini telah diberikan oleh masyarakat.
Sebelumnya, pemerintah Libanon memberikan subsidi BBM pada warganya selama kurang lebih satu setengah tahun sebelum akhirnya memutuskan untuk tak lagi memberikannya.
“Kita harus membiasakan diri dan yakin bahwa subsidi yang kita manfaatkan selama satu atau satu setengah tahun ini akan berakhir,” kata Raymond Ghajar dukutip TrenAsia.com dari Reuters pada Junat, 18 Juni 2021.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Seperti diketahui, saat ini Lebanon tengah jatuh ke dalam jurang krisis ekonomi yang dalam. Krisis ini disebut menjadi ancaman terburuk bagi stabilitas negara tersebut sejak perang saudara pada meletus pada 1975 hingga 1990 lalu.
Salah satu dampak yang terlihat adalah kekurangan bahan bakar dalam beberapa minggu terakhir. Lantaran langkanya BBM, sejumlah kendaraan bermotor di Libanon rela mengantri berjam jam hanya untuk mendapatkan bensin.
Antrian masyarakat yang berebut bensin bahkan menyulut emosi sejumlah warga yang frustasi dan berbuntut pada pertengkaran.
Saat ini, Bank Sentral Libanon telah kehabisan cadangan dana untuk mendanai subsidi barang pokok seperti gandum, bahan bakar, dan obat-obatan.
Dari alokasi subsidi yang diberikan, subsidi BBM mendapat jatah paling besar yakni sekitar 50 persen dari dana yang tersedia.
Program subsidi Libanon disebut telah merugikan negara tersebut sebesar US$6 miliar per tahunnya. (RCS)