Logo Bank BRI, di Jakarta. Foto: Panji Asmoro/TrenAsia
Korporasi

Lelang Aset Tanah dan Bangunan, BRI Digugat Nasabah Rp7 Miliar

  • PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) digugat oleh seorang nasabah bernama Agusalim senilai Rp7 miliar terkait pelaksanaan penjualan dimuka umum atau lelang aset berupa tanah dan bangunan.

Korporasi

Nadia Amila

JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) digugat oleh seorang nasabah bernama Agusalim senilai Rp7 miliar terkait pelaksanaan penjualan di muka umum atau lelang aset berupa tanah dan bangunan. 

Selain Bank BRI, penggugat juga menggugat Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta II, sebagai tergugat dua yang ikut andil dalam perkara ini.

Adapun gugatan ini dilayangkan pada Senin, 29 Agustus 2022, dengan nomor perkara 780/Pdt.G/2022/PN JKT.SEL di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam perkara ini, akan berlangsung sidang pertama yang akan berlangsung pada Rabu, 21 September 2022.

Lebih lanjut, dalam petitum gugatan yang dilayangkan tersebut Agusalim selaku penggugat meminta pengadilan untuk menghukum Bank BRI dan KPKNL kerugian yang dialaminya senilai Rp7 miliar dengan rincian, kerugian material senilai Rp6 miliar dan immateril Rp1 miliar.

"Menyatakan Penggugat telah mengalami kerugian akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II sebesar kerugian materil Penggugat sebesar Kerugian Materil sebesar yang terdiri dari Kerugian Materil sebesar Rp6 miliar dan Kerugian Immateril sebesar Rp1 miliar," bunyi petitum gugatan yang dikutip pada Selasa, 30 Agustus 2022.

Adapun, penggugat juga meminta pengadilan untuk membatalkan lelang aset berupa satu bidang tanah berikut bangunannya yang terletak di wilayah Cilandak, Jakarta Selatan. Aset tersebut memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 6212 atas nama Agusalim.

Selain itu, Agusalim juga meminta pengadilan untuk menyatakan Bank BRI dan KPKNL telah melakukan perbuatan melawan hukum. Ia juga meminta untuk mengabulkan gugatan untuk seluruhnya.

Terakhir, penggugat meminta pengadilan untuk menghukum kedua tergugat tersebut untuk membayar uang paksa (dwangsom) senilai Rp1 juta untuk setiap keterlambatan dalam pelaksanaan putusan ini. Kemudian, ia memohon untuk menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun nantinya akan ada upaya banding dan kasasi.