<p>BUMN farmasi PT Indofarma Tbk. (INAF) / Dok. Perseroan</p>
Bursa Saham

Liabilitas Jangka Pendek Indofarma (INAF) Tembus Rp1,23 Triliun, Ini Detailnya

  • Kesehatan dari emiten kesehatan PT Indofarma Tbk (INAF) semakin dipertanyakan. Sebab, liabilitas jangka pendek sepanjang 2023 mencapai Rp1,23 triliun, jauh lebih besar dengan jumlah aset lancarnya senilai Rp198 miliar.

Bursa Saham

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Kelangsungan bisnis PT Indofarma Tbk (INAF) sebuah emiten farmasi plat merah kian dipertanyakan setelah liabilitas jangka pendek perseroan lebih besar ketimbang jumlah aset lancar sepanjang 2023. Jika diteruskan emiten farmasi ini akan kesulitan mengerakkan roda bisnisnya.

Liabilitas jangka pendek adalah kewajiban yang jatuh tempo dan harus dibayar oleh perusahaan dalam waktu satu tahun ke depan. Sementara itu, aset lancar mencakup semua aset yang dapat dengan mudah diubah menjadi uang tunai. 

Berdasarkan laporan keuangan INAF tahun buku 2023 INAF dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu, 3 Juli 2024, liabilitas jangka pendek emiten farmasi ini berada di angka Rp1,23 triliun. Angka tersebut melonjak dibandingkan tahun buku 2022 sebesar Rp1,02 triliun.

Lebih rinci, peningkatan signifikan dalam liabilitas jangka pendek INAF, terjadi pada pos pinjaman kepada pemegang saham. Jumlahnya melonjak sebesar 366,41%, dari Rp56 miliar pada tahun sebelumnya menjadi Rp256 miliar.

Kenaikan signifikan liabilitas jangka pendek Indofarma terjadi pada pos kewajiban kontrak dan utang pajak, masing-masing naik sebesar 127,64% menjadi Rp7,21 miliar dan 25,5% menjadi Rp249 miliar. 

Sementara itu, terjadi kenaikan tipis pada utang usaha berelasi, utang bank jangka pendek, biaya yang masih harus dibayar, dan liabilitas imbalan kerja jangka pendek, yang masing-masing mencapai Rp38,9 miliar, Rp139 miliar, dan Rp50,3 miliar.

Adapun utang bank jangka pendek Indofarma terbagi ketiga bank, terbesar ada di PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar Rp100,3 miliar, di PT Universal BPR sebesar Rp24,07 miliar, dan di PT BPR Inti Dana Sukses Makmur sebesar Rp15 miliar.

Di sisi lain, penurunan liabilitas jangka pendek INAF hanya terjadi pada pos utang pihak ketiga, kewajiban pengembalian dana, dan liabilitas hak guna. Jumlah ketiganya kini berada  di level masing-masing Rp449 miliar, Rp8,66 miliar, dan Rp2,03 miliar.  

Sementara itu, liabilitas jangka panjang perseroan berada di level Rp332 miliar. Dengan demikian total liabilitas emiten farmasi ini sepanjang 2023 mencapai Rp1,56 triliun. Angka tersebut meningkat tipis dibandingkan periode tahun sebelumnya sebesar Rp1,48 triliun. 

Saat ini, jumlah aset lancar INAF telah menurun drastis menjadi hanya Rp198 miliar, jauh berkurang dari periode sebelumnya yang mencatat aset lancar sebesar Rp810 miliar. Penurunan terbesar terjadi pada pos kas dan setara kas yang mengalami penurunan sebesar 93,67%.

Pada tahun buku 2022, kas dan setara kas dari emiten farmasi ini mencapai Rp269 miliar, sementara pada akhir tahun lalu jumlahnya hanya Rp17,07 miliar. Adapun total aset lancar dan tidak lancar INAF sepanjang 2023 tercatat di angka Rp759 miliar.

Keterbatasan Modal

Di sisi lain, emiten farmasi  INAF juga melaporkan rugi bersih sebesar Rp720,9 miliar pada akhir Desember 2023, meningkat 57,5% dibandingkan dengan akhir tahun 2022. Akibatnya, akumulasi kerugian atau defisit meningkat secara tahunan sebesar 99,5% menjadi Rp1,413 triliun pada akhir tahun 2023. 

Hal ini menyebabkan INAF mengalami tekor modal atau defisiensi modal sebesar Rp804,1 miliar pada akhir tahun 2023. Sementara itu, penjualan bersih INAF juga turun 46,6% secara tahunan tersisa Rp523,59 miliar pada akhir tahun 2023.

Penurunan tersebut dipicu oleh penjualan ethical ke pasar dalam negeri yang amblas sebesar 40,07% secara tahunan, mencapai Rp314,23 miliar. Sementara itu, penjualan produk cepat laku ke pasar lokal anjlok 69,05% secara tahunan, tersisa hanya Rp82,776 miliar.

Direktur Utama Indofarma, Yeliandriani, menjelaskan bahwa penurunan kinerja INAF sepanjang tahun 2023 terutama disebabkan oleh keterbatasan modal kerja. Menurutnya, keterbatasan ini menjadi tantangan utama yang dihadapi INAF sepanjang tahun lalu.

"Pengalaman ini menjadi kendala bagi kami, terutama dalam hal manufaktur dan operasional yang tidak berjalan secara optimal," jelas Yeliandriani dalam laporan tahunan perusahaan yang dikutip pada Jumat, 5 Juli 2024.

Dia menambahkan bahwa situasi saat ini merupakan kumulasi dari berbagai masalah keuangan yang dampaknya mulai terasa pada tahun 2023. Salah satunya adalah masalah piutang tidak tertagih yang berdampak nyata pada arus kas negatif.

Adapun, persoalan piutang yang tidak tertagih ini berasal dari anak perusahaan, yakni PT Indofarma Global Medika atau IGM. "Perseroan menghadapi kesulitan dalam memenuhi berbagai kewajiban terkait operasional untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam rencana penjualan," ungkapnya.